UTSMAN Bin AFFAN
Oleh: Suwandi al-Husaini, Nur Ali Fikri & Eling Fanny Ardhiyanto
Pendahuluan
Umat
Islam seharusnya merasa bangga, karena dalam sejarah hanya umat
Islamlah yang telah dapat menguasai sepertiga dari dunia. Semua ini
tidak terlepas dari kesungguhan umat Islam dalam menaklukan serta
menda`wahkan ajaran Islam keberbagai penjuru. Mulai dari zaman rasul
hingga pada zaman khulafa ar-Rasyidin.
Dalam makalah ini kami akan
memaparkan tentang Khulafa ar-Rasyidun yang ketiga Utsman bin Affan,
seorang yang telah diberi kabar gembira serta jaminan masuk surga,
iapun termasuk orang yang memeluk Islam pada priode awal (As-Shabiqunal Awwalun). Ia juga satu-satu orang yang diberikan karunia oleh Allah dengan menikahi dua orang putri rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
Ruqayah dan Ummi Kultsum karena itu ia terkenal dengan Dzu Nur`ain (
yang memiliki dua cahaya). Dan sifatnya yang paling terkenal adalah ia
seorang yang pemalu hal ini sesuai dengan sabda nabi yang mensifatinya
dengan mengatakan ” Apakah aku tidak malu terhadap orang yang Malaikat
saja malu kepadanya”.[1]
Kami tidak membahas tentang kehidupan Utsman secara keseluruhan, namun hanya membahas beberapa hal saja yaitu, pertama tentang pengangkatan Usman terpilih menjadi khalifah pengganti Umar bin Khatab, kemudian kedua tentang suatu prestasi yang sampai hari ini umat Islam diseluruh dunia dapat menikmatinya yaitu masalah penghipunan al-Qur`an (Jamul Qur`an) menjadi satu standar mushaf diseluruh dunia sering disebut dengan Mushaf Utsmani, ketiga seputar fitnah terbunuhnya Utsman
Biografi Singkat Utsman bin Affan
Utsman
bin Affan nama lengkapnya adalah Utsman bin Affan bin Abi Ash bin
Umayyah bin Abdus Syam bin Abdul Manaf bin Qushai bin Qilab bin Murrah
bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib Al-Quraisyi. Ia dilahirkan tahun ke-6
dari tahun gajah.[2]
Ibunya bernama Arwa binti Kuraiz bin Rabiah bin Habib bin Abdus Syam.
Sedangkan nenek dari ibunya bernama Al-Baida` binti Abdul Muthalib, bibi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yakni saudara kembar Abdullah ayah rasul shallallahu ‘alaihi wasallam.[3]
Ia
termasuk orang yang masuk Islam lantaran da’wah dari seruan Abu Bakar,
ia adalah orang yang ikut hijrah sebanyak dua kali, yakni hijrah ke
Habasyah dan ke Madinah.[4]Pada
saat Rasulullah SAW meninggal dunia Utsman baru berusia 58 tahun, ia
menjabat sebagai khalifah pada tahun 24 H dan saat itu ia berusia 70
tahun[5]
1. Utsman bin Affan menjadi Khalifah
Dikala
Umar kena tikam, beliau tidak bermaksud hendak mengangkat penggatinya
sebagai khalifah. Tetapi kaum muslimin khawatir kalau terjadi perpecahan
sesudah Umar meninggal dunia, karena itu mereka mengusulkan agar Umar
menunjuk siapa yang akan menjadi pengganti beliau.[6]Ada
diriwayatkan, bahwa Umar berkata ” Kalaupun saya menunjuk seorang
pengganti, karena dulu orang yang lebih baik dari saya (Abu Bakar) juga
menunjuk penggantinya, atau kalaupun saya biarkan, karena dulu orang
yang lebih baik dari saya (Rasul) juga membiarkan.”[7]
Dalam
hal ini kalau kita pelajari iklim dan suasana dimasa itu, jelaslah Umar
dalam keadaan ragu. Beliau hendak tidak memikul tanggung jawab terhadap
kesalahan-kesalahan yang dilakukan orang-orang sepeninggal beliau.
Takut keadaan kaum muslimin berpecah belah.[8]
Tetapi setelah dipirkan matang-matang bahwa kalau dibiarkan begitu saja
ia khawatir keadaan akan menjadi kacau. Karena dalam perang menghadapi
tentara Persia dan Rumawi semua orang Arab sudah ikut serta sehingga
setiap kabilah mengaku dirinya seperti kaum Muhajirin dan Anshar, berhak
memilih khalifah.[9] Karena itu beliau mengambil jalan tengah, antara menunjuk dan tidak.[10]
Karenanya,
ia membentuk Majlis Syura yang terdiri dari enam orang dengan tugas
memilih diantara mereka seorang khalifah sesudahnya. Keenam orang itu
Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwan, Thalhah bin
Ubaidillah, Abdurrahman bin Auf dan Saad bin Abi Waqas. Keseluruhan
nama-nama itu adalah orang-orang yang telah dijamin masuk surga.
Setelah menyebutkan nama-nama mereka Umar bin Khatab berkata: ’ Tak ada
orang yang lebih berhak dalam hal ini daripada mereka itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat sudah merasa puas terhadap mereka . siapapun yang terpilih dialah khalifah sesudah saya.’[11]Namun
demikian, khusus untuk Abdullah bin Umar jangan dicalonkan apalagi
dipilih, karena Umar mengatakan ” Aku tidak menginginkan salah seorang
dari keluargaku menjadi orang yang diserahi tugas untuk memimpin dan
mengurus kalian. Aku tidak menyukainya. Sebab, aku tidak menginginkan
seorangpun dari keluarga Umar dihisab dan dimintai pertanggung jawaban
atas urusan umat Muhammad. Sungguh aku telah berusaha dan berketetapan
agar anggota keluargaku tidak memangku jabatan ini. Sungguh aku sangat
bahagia bila harapan ini terkabul.”[12]
Masih
perkataan Umar mengenai penentu siapa yang akan menentukan keputusan
bila terjadi persamaan hasil pendapat, atau hal-hal yang masih
diperselisihkan ” bilamana suara dari anggota tim sama hendaknya
keputusan diserahkan kepada Abdullah bin Umar sebagai anggota tim
tersebut. Selanjutnya bila keputusan yang diambil Abdullah bin Umar
tidak disetujui oleh anggota tim, maka hendaklah anggota tim mengikuti
keputusan yang diambil Abdurrahman bin Auf”. Sesudah itu, Umar memanggil
mereka dan berkata: ” sesungguhnya aku menilai bahwa kalian adalah para
pemimpin mayarakat, sehingga urusan khalifahpun berada pada kalian
sendiri. Lebih dari itu, sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
telah berpulang kehadirat Allah dalam keadaan rela pada kalian. Dengan
demikian, sungguh aku tidak menghawatirkan masyarakat atas kalian selama
kalian bersikap lurus. Namun demikian, aku hawatir akan timbul
perselisihan diantara kalian sehingga masyarakatpun berselisih. Maka
sesudah aku wafat, hendaklah kallian musyawarah selama tiga hari dan
hendaklah pada hari keempatnya kalian sudah mempunyai pemimpin. Kemudian
dipesankan agar Abdullah bin Umar ikut hadir sebagai penasihat dan
jangan menjadi calon, lalu dipesankan juga agar Thalhah sebagai salah
seorang yang disertakan sebagai khalifah baru. Tetapi bilaman Thalhah
dalam tiga hari belum juga tiba dan kalian sebelum tiga hari sudah
mendapat keputusan prihal orang yang menjadi khalifah baru, hendaklah
kalian memutuskannya.[13]Ketika
umar telah wafat, berkumpulah kelompok yang telah dicalonkan sesuai
dengan yang dipesankan oleh Umar dirumah al_Musawir bin Mukhirah kecuali
Thalhah. Dalam perjalanannya kemudian Abdurrahman bin Auf melepaskan
diri mencalonkan sebagai khalifah. Namun sesuai dengan wasiat Umar bahwa
Abdurrahman bin Auf sebagai penentu.[14]
Ketika
batas waktu yang diamanatkan oleh Umar berlalu dan ketika waktu shalat
subuh telah tiba datanglah Abdurrahman bin Auf sesudah semalaman ia
berkeliling untuk memantau pendapat masyarakat. Ia pun pergi ke masjid,
dimana semua sahabatnya telah berkumpul disana dan begitu juga para
oposan dari kaum Muhajjirin, para pendahulu yang masuk Islam, dan para
tokoh terkemuka dari kaum Anshar serta para komandan tentara. Ketika
masjid telah dipadati oleh para jamaah, berdirilah Abdurrahman, seraya
berkata: ” Wahai kaum muslimin! Sesungguhnya masyarakat luas menyukai
agar penduduk kota bergabung dengan sesama mereka dan mereka telah
mengetahui pemimpinya.”[15]
Akhirnya
banyak dari kaum muslimin yang berada dimasjid pada saat itu bersilang
pendapat yang membuat suasana menjadi ramai, kalau tidak segera
ditenagkan mereka sakan menjadikan Madinah ajang kerusuhan dan bahaya
yang lebih luas. Kebanyakan orang hanya menjadi budak nafsu dan mengejar
kepentingan sendiri. Demi memperjuangkan semua itu mereka mau
mengorbankan keamanan dan keelamatan negara. Tetapi sikap ragu dalam
pengangkatan khalifah itu tidak akan dapat mencegah bahaya dan tidak
akan menghindarkan kaum muslimin dari kekacauan, malah akan makin
memperkuat timbulnya fitnah itu. Akhirnya cepat-cepat Abdurrahman bin
Auf angkat bicara untuk menenangkan mereka seraya memegang tangan Ali
dan berkata berkata: ’ Bersediakah anda saya baiat untuk tetap berpegang
pada kitabullah dan sunnah rasulullah serta teladan kedua orang
penggantinaya? ’ Ali menjawab ;’ Saya berharap dapat berbuat dan bekerja
sesuai dengan apa yang saya ketahui dan menurut kemampuan saya.’ Tangan
Ali dilepaskan lalu ia memanggil Utsman dan memegang tangannya seraya
berkata;’ bersediakah anda saya baiat untuk tetap berpegang pada
kitabullah dan sunnah rasulullah serta teladan kedua orang
penggantinaya?’ Utsman menjawab ; ” Ya, demi Allah! Abdurrahman
mengangkat mukanya ke langit- langit mesjid dan sambil memegang tangan
Utsman ia berkata tiga kali ; ’ Dengarkanlah dan saksikanlah dilanjutkan
dengan katanya: ’ Saya sudah melepaskan beban yang dipikulkan dibahu
saya dan saya letakkan di bahu Utsman !’ setelah itu ia membaiat Utsman,
orang-orang didalam masjidpun beramai-ramai membaiat Utsman.[16]
Perluasan Islam dimasa Utsman bin Affan
Masa
pemerintahan khallifah Utsman tidak terputus dengan rangkaian
penaklukan yang dilakukan kaum Muslimin pada masa pemerintahan khalifah
Umar. Ketika itu Armenia, Afrika, dan Cyprus telah dikuasai. Kaum
muslimin terus memperkokoh kekuatan di Persia yang telah takluk ditangan
mereka sebelumnya.[17] Perluasan itu meliputi bagian pesisir pantai atau kelautan, karena pada saat itu kaum muslimin telah memiliki armada laut.[18]
Pada
pemerintahan Utsman negri Tabaristan berhasil ditaklukan oleh Sa`id bin
Ash. Dikatakan , bahwa tentara Islam dalam penaklukan ini telah
meyertakan Al-Hasan dan Al-Husain, kedua putra Ali, begitu pula Abdullah
bin Al-Abbas, `Amr bin Ash, dan zubair bin Awwam. Pada masa
pemerintahan usman pun kaum muslimin berhasil memaksa raja Jurjun untuk
memohon berdamai dari Sa`ad bin Ash dan untk ini ia bersedia menyerahkan
upeti senilai 200.000 dirham setiap tahun kepadanya. [19]
Termasuk
juga menumpas pendurhakaan dan pemberontakan yang terjadi dibeberapa
negri yang telah masuk kebawah kekuasaan Islam dizaman Umar.
Pendurhakaaan itu ditimbulkan oleh pendukung- pendukung pemerintah yang
lama atau dengan kata lain pemerintahan sebelum daerah itu berada dalam
kekuasaan Islam, mereka hendak mengembalikan kekuasaannya. Daerah
tersebut antara lain adalah Khurasan dan Iskandariah.[20]
Pada
tahu 25 H. Penguasa di Iskandariyah mengingkari perjanjiaan dengan
Islam, karena mereka dihasut oleh bangsa Romawi yang menjanjikan mereka
bermacam-macam janji yang muluk-muluk. Maka Utsman memerintahkan
gubernur Amru bin Ash yang ketika itu menjabat sebagi penguasa di Mesir
untuk memerangi Iskandariyah, sehingga Akhirnya penguasanya mengutus
dutanya untuk membuat perjanjain dan kembali tunduk kepada kerajaan
Islam di Madinah.[21]
Pada
tahun 31H penduduk Khurasan mendurhaka sehingga Utsman mengirim
Abdullah bin Amir, gubernur Basrah, bersama sejumlah besar tentara untuk
menaklukkan kembali mereka. Terjadilah perang antara tentara Islam
dengan penduduk Merw, Naisabur, Nama, Hirang, Fusang, Bigdis, Merw
As-Syahijan, dan lain-lain dari penduduk wilayah Khurasan. Dalam perang
ini kaum muslimin berhasil menaklukan kembali wilayah Khurasan.[22]Secara
singkat daerah-daerah selain dari dua ini yang telah dikuasai pada
masa Utsman adalah: Azerbaijan, Arminiyah, Sabur, Afrika Selatan,
Undulus ( Spain), Cyprus, Persia, dan Tabristan. Menurut para ahli
sejarah mereka berpendapat bahwa zaman pemerintahan khalifah Utsman bin
Affan sebagai Zaman keemasan dimana tentara Islam mendapat kemenagan
yang luar biasa, satu demi satu, dan mereka dapat mengusai banyak dari
negri-negri yang dahulunya berada dibawah kekuasaan Romawi Persia dan
juga Turki. Secara singkat umat Islam pada saat itu telah sampai pada
puncak kekuasaan dan kekuatan dibidang kemiliteran, yang tidak diraih
oleh zaman-zaman sesudahnya.[23]
2. Usaha penyeragaman dalam bacaan al-Qur’an
Jika
jasa Abu Bakar menegenai Qur’an ketika ia mengumpulkannya atas usulan
Umar, kerena di hawatirkan akan banyak hilang setelah para sahabat yang
hafal Qur’an banyak yang gugur syahid dalam peperangan dengan kaum
murtad dan kaum Musyrikin, sebab kalau tidak Qur’an di hawatirkan akan
hilang.[24]Maka Utsman membuat langkah penting mengenai qira’at (pembacaan)
Qur’an. Setelah Islam tersebar luas, ternyata banyak orang yang membaca
Qur’an dengan lafaz yang beragam, dan di sana sini sering terjadi
perdebatan sekitar qir’at mana yang lebih tepat. Sampai pernah terjadi
pula perselisihan bacaan antara para guru Al-Qur’an dan anak-anak murid
mereka, yang ketika setelah belajar di sekolah mereka , mereka lalu
membacakannya semula di rumah, dan ternyata apa yang di dengar orang tua
mereka lain lain dai apa yang di dengarkannya dari pada guru-gurunya.[25]Saat
itulah, setelah bermusyawarah dengan para ahli Utsman kemudian
mengambil langkah menyeragamkan baca’an Qur’an. Langkah inilah yang
menghasilkan Mushaf Usman dan yang di pakai orang seluruh dunia sampai sekarang. Itulah tindakannya yang sangat berarti di masa perintahannya.[26]
Bukan
karena keimanan Utsman yang sungguh-sungguh itu saja yang mendorongnya
mengumpulkan orang untuk menyeragamkan bacaan Qur’an, dan membakar
mushaf-mushaf yang lain selain Mushaf Utsman., karena hal ini menjadi
lebih penting lagi ketika Huzaifah bin al-Yaman bersama pasukan
Muslimin yang lain terlibat perang di Armenia dan di Ajerbaijan, pada
tahun kedua atau ketiga kekhalifahan Utsman. Dalam perang tersebut
banyak orang Syam yang membaca menurut bacaan Miqdad bin Aswad dan Abu
ad-Darda’,jemaah Irak membacanya menurut bacaan Ibn Mas’ud dan Abu Musa
al-Asy’ari. Yang lain, orang-orang yang baru masuk Islam lebih menyukai
bacaan dari pada bacaan...[27]
Dalam mengutamakan pilihan bacaan itu sebagian mereka ada yang sudah
melampaui batas sehingga timbul perselisihan yang membuat mereka
bercerai-berai, dan semakin lama semakin menjadi-jadi, sehingga yang
seorang berkat kepada yang lain: Bacaan saya lebih baik dari pada
bacanmu. Perselisihan itu sudah mencapai puncaknya, dan hampir terjadi
keribitan. Mereka berselisih dan saling menuduh, saling melaknat, yang
satu mengafirkan dan yang lain menganggap diri benar.[28]
Mushaf Usman
Selama
pemerintahan Utsman bin Affan umat Islam sibuk melibatkan diri di
medan jihad yang membwa Islam ke utara sampai ke Azerbaijan dan Armenia.
Berangkat dari suku kabilah dan propinsi yang berbeda- beda, sejak awal
para pasukan tempur memiliki dialek yang berlainan dari nabi Muhammad,
di luar kemestian, rasul telah mengajarkan kepada mereka bacaan
Al-Qur’an dalam dialek masing-masing, karena di rasa sulit untuk
meninggalakan dialeknya secara spontan. Sebagai akibat adanya perbedaan
dalam menyebut huruf Al-Qur’an muali menampakan kerancuan dan
perselisiahan dalam masyarakat.[29]
Terdapat dua riwayat tentang bagaimana Ustman melakukan jam’ul Qur’an. Yang pertama:
Utsman memutuskan berupaya dengan sungguh-sungguh untuk melacak suhuf
dari Hafsah istri rasul, kemudian Utsman mengirim surat kepada Hafsah
yang menyatakan.”Kirimkanlah suhuf kepada kami agar kami dapat membuat
naskah yang sempurna dan kemudian suhuf tersebut akan kami kembalikan
kepada anda.,” Hafsah lalu mengirimkannya kepada Utsman, yang
memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin Ash, dan
Aburrahman bi Haris bin Hisyam agar memperbanyak salinan naskah. Beliau
memberitahukan kepada tiga orang Quraisyi”, kalau kalian tidak setuju
dengan Zaid bin Tsabit perihal apa saja mengenai Al-Qur’an, tulislah
dalam dialek Quraisy sebagaimana Al-Qur’an telah di turunkan dalam logat
mereka.” kemudian mereka melakukan hal ini dan ketika mereka selesai
membuat salinan tersebut Utsman mengembalikan suhuf itu kepada Hafsah.[30]
Riwayat Kedua: Utsman
membuat naskah Mushaf tersendiri, Utsman memerintahkan dua belas orang
untuk menangani hal ini mereka adalah : Said bin Ash bin Said, Nafi bin
Zubair bin Amr bin Naufal, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab, Abdullah bin
Zubair, Abdurrahman bin Hisyam, Kathir bin Aflah, Anas bin Malik,
Abdullah bin Abbas, Malik bin Abi Amir, Abdullah bin Umar, dan Abdullah
bin Amr bin Ash. Dalam ceramahnya Ustman mengatakan,”Orang-orang telah
berbeda dengan bacaan mereka, dan saya menganjurkan kepada siapa saja
yang memiliki ayat-ayat ayng di tulis di hadapan nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam
hendaklah di serahkan kepadaku.,” maka orang-orangpun menyerahkan
ayat-ayatnya, yang di tulis di atas kertas kulit dan tulang serta
daun-daun, dan siapa saja yang menyumbang memperbanyak kertas naskah,
mula-mula akan di tanya oleh Ustman,”Apakah kamu belajar ayat-ayat ini
(seperti di bacakan ) langsung dari nabi sendiri? Semua penyumbang
menjawab di sertai sumpah, dan semua bahan yang di kumpulakn telah di
beri tanda atau nama satu persatu yang ekmudian di serahkan kepada Zaid
bi Tsabit. Salah seorang dari mereka yang menulis mushaf mengatakan,”
Jika ada kontropersi mengenai ayat-ayat tertentu kami akan melacak dari
sumber mana dia dapatkan ayat tersebut.[31]
Utsman
memerintahkan kepada Zaid bin Sabit al-Anshari untuk menuliskan mushaf
itu dan di imlakan oleh Sa’id bin As al-Umawi, dengan di saksikan oleh
abdullah bin Umar dan Abdurrahman bin Haris bin Hisyam al-Makhzumi.
Kepada mereka jika ada yang mereka perselisihkan supaya di tulis dengan
logat Mudar.[32]
Sesudah penulisan itu didasarkan pada satu macam bacaan, Usman
memerintahkan untuk menuliskan satu mushaf untuk Syam, satu untuk Mesir,
satu untuk Bashrah, satu untuk Kuffah, satu untuk Makkah dan satu lagi
untuk Yaman. Satu mushaf di tinggalkan di Madinah. Umat sudah merasa
puas dengan semua mushaf ini, dan orang menamakannya mushaf Utsman,
sebab di tulis atas dasar perintah Utsman, kendati tidak di tulis dengan
tangannya sendiri[33].
Sesudah
mushaf-mushaf itu di kirimkan ke kota-kota tadidan khalifah mewajibkan
supaya bacaan itu yang di pakai, dan ia memerintahkan mushaf-mushaf lain
dikumpulkan dan di bakar.[34]
Atas tindakan Utsma itu banyak orang yang marah. Imam As-Suyuti dalam tarikh Al-Khulafa menyebutkan
indikasi kebencian-kebencian tersebut dari beberapa kabilah yang
menjadi basis dukungan dan asal kelahiran sahabat-sahabat terkenal
seperti Abdullah bin Mas’ud, Ammar bin Yasir, dan Abu dzar Al-Ghifari[35].
Mereka mengecam Utsman kerena mengerjakan pekerjaan yang tidak
dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar. Mengenai Ibn Mas’ud ada disebutkan
bahwa ia merasa tersinggung sekali kerena mushaf yang di ambil dari dia
itu di bakar[36].
Usman
menulis surat kepadanya dengan mengajaknya mengikuti sahabat-sahabat
yang lain yang sudah sama-sama menyetujui demi kebaikan bersama dan
menghindari perselisihan.
Tidak perlu diragukan apa yang sudah di
lakukan Utsman supaya bacaan Qur’an seragam, merupakan kebijakan yang
luar biasa. Dengan ini qur’an tetap terjaga kemurniannya sebagaimana di
wahyukan Allah kepada Rsulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Tepat
sekali apa yang di katakan oleh Ali bin Abi Thalib:``Orang yang paling
berjasa dalam pengumpulan Qur’an adalah Abu Bakar. Semoga Allah memberi
rahmat kepadanya. Betapapun demikian jasa Utsman tidak kurang dari jasa
Abu Bakar dengan langkahnya ia mengoreksi adanya perbedaan (dalam ragam
bacaan) dan menghindari perselisihan. Juga tidak mengurangi jasanya
sekalipun orang berbeda pendapat dan sebagian menyalahkannya, karena ia
telah membakar semua mushaf selain mushafnya sendiri, sebab jika tidak
segera bertindak demikian, maka akan selalu ada pertentangan dan
perselisihan hingga bencanapun tak dapat di hindarkan.[37]
Ketika
di tanya tentang pembakaran mushaf-mushaf itu Ali bin abi Thalib
menjawab:``kalau dia tidak melakukan itu maka saya yang akan
melakukannya.”Sungguhpun demikian orang masih saja melampai batas dalam
mengecam Utsman karena memerintahkan pembakaran mushaf-mushaf itu. Di
depan orang banyak Ali berkata: ``Saudara-saudara, janganlah kalian
berlebihan dalam mengatakan Utsman telah membakar mushaf. Dia
membakarnya itu sepengetahuan sahabat-sahabat Muhammad shallallahu alihi wasallam. Kalau saya di baiat seperti dia, niscaya akan saya lakukan seperti apa yang di kerjakannya itu,”[38]
3. Fitnah dan Terbunuhnya Kahlifah Usman
a.Penyebab timbulnya fitnah
Pembahasan
mengenai sebab-sebab timbulnya fitnah sebagaimana di kemukakan dalam
buku-buku sejarah dari berbagai sumber-tanpa melihat benar atau
setidaknya- tak dapat mejelaskan dinamika peristiwa-peristiwa yang
terjadi, atau menjelaskan sebab-sebab esensial di balik fitnah. Berikut
ini di kemukakan secara garis besar sebab-sebab munculnya fitnah.
Pada
masa Utsman ada orang-orang yang murka kepadanya. Karena Utsman suka
memperhatikan dan mengontrol mereka, baik sahabat atau bukan sahabat.
Utsman meminta pertanggung jawaban atas pekerjaan mereka dan menanyai
mereka mengenai masalah tersebut. Orang-orang yang tidak suka kepada
Utsman ada juga dari kalangan borjuis. Sebab, pada masa Utsman aneka
bentuk hura-hura telah menjalar. Lalu Utsman mengasingankan mereka ke
luar Madinah dan terputus sama sekali dengan kehidupan Madinah, sehingga
membuat mereka murka kepadanya.[39]
Berbeda
dengan mereka, ada juga orang-orang yang tidak senang kepda Utsman dari
orang-orang juhud dan wara` yang melihat harta dan kekayaan sudah
memperdaya kaum muslimin, akibat penaklukan-penaklukan perang, sehingga
melupakan mereka dari akhirat, selain itu melimpahnya harta rampasan
perang juga telah melahirkan kecenderungan hidup bersenang-senang bukan
hanya di kalangan prajurit yang baru memeluk islam, tetapi juga di
kalangan sebagian sahabat-sahabat nabi yang pada umumnya diberi jabatan
terhormat dalam dinas kemiliteran[40]
Di
antara mereka juga ada pegawai-pegawai yang di berhentikan dari
jabatannya seperti `Amru bin Ash, sehingga tersingung pada Utsman.
Begitu juga kebencian mulai tersebar kesejumlah orang yang cemburu pada
bani Umayyah yang mendapatkan posisi bagus, sehingga mereka itu dendam
pada Utsman karena menggunakan kaum kerabatnya.[41]
Selain
kebijakan politik, kebijakan keagamaan dan ijtihad Khalifah dalam
beberapa kasus hukum ibadah juga menimbulkan reaksi negatif yang keras.
Ath Thabari mengutup riwayai Al-Waqidy yang bersumber dari ibn Abbas.
Sesungguhnya
pertama kali munculnya pembicaraan orang tentang Ustman secara
terang-terangan bahwa selama masa kepemimpinannya ia melakukan shalat
secara lengkap (tidak qasar) di Mina, (saat ibadah haji), (perkataan Ibn
Abbas ini merujuk kepada cara shalat di waktu safar seperti
haji.Rasulullah menetapkan bahwa orang yang bepergian melakukan shalat
dengan cara di qasar, yaitu meringkas jumlah rakaat shalat dari empat
menjadi dua-dua)[42]
mendahulukan khutbah sebelum shalat ied, , mengizinkan orang membayar
zakat sendiri-sendiri, memberikan sebagian tanah sitaan (negara) kepada
shahabat dekatnya, mempersatuka umat Islam dengan satu mushaf al-Qur’an,
menentukan kawasan lahan terlindung, menghadiahkan pemberian dari bait al-mal kepada keluarga dekatnya.
Inilah
ringkasan mengenai sebab-sebab timbulnya fitnah (kekisruhan) seperti di
kemukakan literatur-liratur sejarah. Namun pertanyaan yang muncul
ialah, apakah hal-hal di atas dirasa cukup menjadi pemicu timbulnya
fitnah yang sangat ironis itu? Tentu saja tidak. Karena sesungguhnya apa
yang terjadi pada Utsman, juga bisa terjadi pada orang lain, seperti
Umar bin Khatab misalnya, padahal tidak semua orang setuju dengan Umar
karena ia bersikap lebih keras kepada mereka dengan apa yang dilakukan
Utsman.
b.Terbunuhnya kahlifah Usman
Semua
faktor antagonisme yang berakumulasi dalam rentan waktu yang cukup
lama.kemudian mengkristal menjadi pembangkangan terhadap kahlifah dan
para pejabatnya. Dimulai dengan membangun jaringan oposisi yang bersifat
kritis terhadap kebijakan-kebijakan kahlifah yang di pandang nepotis
dan boros dalam penggunaan uang nergara, sampai akhirnya jadi gerakan pressure group
yang menuntut paksa aga khalifah Utsman bersedia meletaka jabatannya.
Beberapa kali delegasi kaum penentang datang menemui khalifah untuk
menyampaikan aspirasi politilk mereka.tettapi tampaknya tidak ada
perubahan kebijakan yang dapat memuaskan hati mereka, sehingga bertambah
tahun kecaman mereka semakin meningkat.[43]
Tahun
35 H. Merupakan puncak kematangan rencana kaum penentang untuk memaksa
khalifah mundur dari jabatnnya atau memecat pejabat yang berasal dari
sukunya kemudian mengubah kebijakan pendistribusian kekayaan negara
lebih berpihak kepada masyarakat luas miskin.Yang pada dasarnya ini
hanyalah taktik mereka untuk menjatuhkan Utsman, adapun mengenai
pemberian kepada mereka (pejabat pemerintahan dalam hal ini lebih banyak
dari keluarganya), Utsman memberi dari hartanya sendiri, bukan
menggunakan harta kaum muslimin untuk kepentingan saya atau kepentingan
siapapun. Utsman telah memberikan tunjangan yang menyenangkan dalam
jumlah besar dari pangkal hartanya sendiri sejak masa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam,masa Abu Bakar dan masa Umar_semoga Allah meridhoinya.[44]
Setelah
terjadi beberapa insiden yang benar-benar mengancam keselamatn jiwa
khalifah karena keberingasan para pendemonstran, maka dengan bantuan
Ali, Kalifah Utsman berhasil meyakinkan mereka bahwa beliau bersedia
mengabulkan tuntunan mereka selain mengundurkan diri. Yaitu merubah
kebijakan serta mengadakan penggantian para pejabat yang tidak di sukai
rakyat, termasuk mengganti gubernur Mesir, Abdullah bin Sa’an bin Abi
Sarah,oleh Muhammad bin Abu Bakar. Keputusan itu untuk sementara
memberikan rasa lega kepada rombongan penentang dia memberi optimisme
pulihnya kedamaian. Karena itu pula mereka bersedia membubarkan diri
untuk kemudian pulang ke negri asal mereka. Tetapi sejarah berbicara
lain,selang beberapa hari rombongan demonstran dari Mesir meninggalkan
Madinah, mereka kembali lagi dengan membawa kemarahan yang meluap-luap.
Kini di tangan mereka ada sebuah surat rahasia yang di rampas dari
seorang budak Utsman yang sedang berlari kencang menuju Mesir.. isi
surat yang bersetempelkan Khalifah Utsman memerintahkan kepada Gubernur
Mesir agar menangkap dan membunuh para pemberontak yang dipimpim
Muhammad bin Abi Bakar. Ali bin Abi Thalib mencoba mengklarifikasi surat
itu kepada Utsman. Dengan bersumpah atas nama Allah Utsman menolak
telah menulis maupun mengirim surat tersebut. Beliau bahkan menantang
agar di bawakan bukti dan dua orang saksi atas tuduhan penulisan surat
itu. Kini Utsman di hadapkan kepada dua tuntutan dari para demonstran :
segera mengundurkan diri atau menyerahkan Marwan bin al Hakam,
sekretaris Khalifah yang juga keponakan kepada mereka untuk diminta
pertanggung jawabannya tentang surat itu.[45]namun
Ustman bersikukuh pasa pendiriannya tidak akan mengundurkan diri dan
tidak menyerahkan Marwan kepada mereka. Setelah tiga hari tiga malam
ultimatum para perusuh tidak di gubris oleh Utsman, beberapa penjaga
berhasil menerobos barisan penjaga gedung Utsman dari atap rumah bagian
samping lalu membunuh Utsman yang ketika itu sedang membaca Al-Qur’an.[46]
Terbunuhnya
Khalifah Ustman di tangan para demonstran menyisakan banyak teka-teki
sejarah yang tak kunjung terjawab secara memuaskan. Terutama mengenai
surat rahasia itu, siapa sebenarnya yang paling mungkin menulisnya?[47]
Demikian juga mengenai orang yang paling bertanggung jawab sebagai
eksekutor dalam pembunuhan Utsman, sehingga lebih pantas untuk di Qishas
kepadanya? Kemudian, mungkinkah ada aktor intelektual yang bekerja
secara sistematis di belakang layar dari jaringan gerakan pembangkangan
terhadap Khalifah Utsman itu, sebagaimana di sebut-sebut adanya tokoh
misterius Abdullah bin Saba, seorang Yahudi yang kemudian berpura-pura
mauk Islam dan kemudia membawa paham-paham aneh ke tubuh Umat?[48]
Ketidak
pastian jawaban terhadappersoalan-persoalan di atas tidak lah kecil
artinya dalam menambah keruhnya situasi politik di sepanjang masa
pemerintahan Ali bin Abi Thalib yang di baiat menggantikan Utsman.
Kesimpulan
Khulafa
ar-Rasyidun yang ketiga Utsman bin Affan memiliki ciri khusus mulai
dari kepribadian yang dikenal orang sebagai seorang yang penmalu tapi
bukan berarti lemah namun tetap semangat terbukti dengan beberapa
prestasi yang dikhususkan dari kahalifah sebelumnya maupun sesudahnya,
antara lain telihat dari keberaniaan dalam menjadikan stsandarisasi
bacaan Al Qur`an. Dan tetap melanjutkan perluasan daerah keberbagai
tempat yang sebelumnya dikuasai oleh kekuasaan besar yaitu Romawi dan
Persia.
Namun semua kebaikan yang dilakukan terkadang masih
disalah artikan oleh beberapa kalangan, hal ini tak terlepas dari
perseteruan politik dari pihak yang sejak awal pengangkatan khalifah
Utsman menginginkan Ali yang seharusnya layak menggantikan Umar. Masih
menjadi tanda tanya siapa gerangan dibalik semua makar besar yang
berakhir dengan pembunuhan Utsman, banyak kalangan ahli sejarah
mengatakan seorang yang dahulunya beragama Yahudi bernama Abdullah bin
Saba` yang berada dibalik semua ini. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu
Hajar bahwa ’Cerita-cerita tentang Abdullah bin Saba` terkenal didalam
buku-buku sejarah’. Sedankan al-Syututhi dalam ceritanya tentang
penolakan penduduk Mesir terhadap Abdullah bin Saba` pada awalnya
mengatakan’ lalu banyak orang dari pendudduk Mesir tergoda olehnya, dan
itu adalah permulaan pengerahan masa terhadap Utsman’.[49]
Sejarah
Utsman bin Affan sangat banyak meninggalkan tanda tanya, yang
dikemudian hari padapemerintahan khalifah setelahnya menjadi sumber dari
fitnah diantara sahabat-sahabat senior. Pelajaran ini sangat berharga
mengingat perpecaahn dalam tubuh umat islam generasi awal tidak lepas
dari propoganda-proppoganda yang tidak menginginkan uamt Islam tetap
dalam kejayaan.wallahu `Alam bishawab.
Maroji`
- As-Suyuti, Tarikh Khulafa, ( Daarul Jail, Bairut, 1994 ), cet. I
- DR. Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Kalam Muliya, Jakarta,2006), cet. II
- Syeh Muhammad Said, pntj Khairul Amru Harahap, Tokoh-Tokoh BesarIslam Sepanjang Sejarah, (Pustaka Al-Husna, Jakarta, 2007), cet. I
- Prof. Dr. A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaaan Islam, ( Husna Zikra, Jakarta, 2000), cet. IV
- Muhammad Husain Haekal, Usman bin Affan, (Litera Antar Nusa, Jakarta, 2006), cet. IV
- Syeh Ahmad Semait, Sepuluh Yang Dijamin Masuk Syurga, (Pustaka Islamiyah Pte Ltd, Singapura) cet. I
- Prof.Dr.M.M.Al-A’zami, The Histiry of The Qur’ani Text,terj,Dr.Anis Malik Toha dkk. (Gema Insani Depok,2006), cet II
- Prof.Dr.Muhammad Amhazun, Fitnah Kubra, terjemah Daud Rasyid, (LP2SI Al-HARAMAIN, Jakrta, 1994), cet. I
- Jeje Jaenuddin, Akar Konflik Umat Islam, (Kaki Langit, Bandung, 2008), cet. I
- Yoesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Khulfaur Rasyidin, (Jakarta, Bulan Bintang 1985) cet. I
[1] Diriwayatkan Muslim dalam Al-Jammi` al-Shahih, Kitab Fadhail al-Shahabah, Juz 15, hal.168-169
[2] As-Suyuti, Tarikh Khulafa, ( Daarul Jail, Bairut, 1994 ), cet. I, hal. 175
[3] DR. Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Kalam Muliya, Jakarta,2006), cet. II, hal.480
[4] As-Suyuti, Op Cit., hal. 175
[5] Syeh Muhammad Said, pntj Khairul Amru Harahap, Tokoh-Tokoh BesarIslam Sepanjang Sejarah, (Pustaka Al-Husna, Jakarta, 2007), cet. I, hal.18
[6] Prof. Dr. A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaaan Islam, ( Husna Zikra, Jakarta, 2000), cet. IV, hal. 267
[7] Muhammad Husain Haekal, Usman bin Affan, (Litera Antar Nusa, Jakarta, 2006), cet. IV, hal. 3
[8] Prof. Dr. A. Syalabi, Op Cit., hal. 267
[9] Muhammad Husain Haekal, Op Cit., hal. 3
[10] Prof. Dr. A. Syalabi, Op Cit.,hal. 267
[11] Muhammad Husain Haekal, Op Cit., hal. 3
[12] DR. Hasan Ibrahim Hasan, Op Cit,. hal. 484
[13] Ibid, hal. 485
[14] Ibid.
[15] Ibid,.hal. 487
[16] [16] Muhammad Husain Haekal, Op Cit., hal. 28
[17] DR. Hasan Ibrahim Hasan, Op Cit., hal. 492
[18] Prof. Dr. A. Syalabi, Op Cit,. hal. 271
[19] DR. Hasan Ibrahim Hasan, Op Cit,.hal. 492
[20] Prof. Dr. A. Syalabi, Op Cit,. hal. 270-271
[21] Syeh Ahmad Semait, Sepuluh Yang Dijamin Masuk Syurga, (Pustaka Islamiyah Pte Ltd, Singapura) cet. I,hal.170
[22] DR. Hasan Ibrahim Hasan, Op Cit.,hal.492
[23] Syeh Ahmad Semait, Op, Cit., hal. 171-172
[24] Ibid, hal. 167
[25] Ibid, hal. 168
[26] Muhammad Husain Haekal, Op Cit., hal. 124
[27]
Yang benar kalimat itu berbunyi:…lebih menyukai bacaan daripada
bacaan,’ dengan dugaan yang di maksud barangkali bacaan Zaid bin
Tsabit. Lihat buku penulis Abu Bakaras-Siddiq,h.312-316.
[28] Ibid.
[29] Prof.Dr.M.M.Al-A’zami, The Histiry of The Qur’ani Text,terj,Dr.Anis Malik Toha dkk. (Gema Insani Depok,2006), cet II hal. 97
[30] Ibid, hal. 98-99
[31] Ibid, hal. 99-101
[32] Banu Mudar bin Nizar, salah satu kabilah Arab al-Musta’ribah tertua beberapa generasi sebelum kabilah kuraisy.
[33] Muhammad Husain Haekal, Op Cit., hal:126
[34] Ibid
[35] Imam As-Suyuti, Tarikh khulafa, terjemah Samson Rahman, (Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2001), hal.181
[36] Muhammad Husain Haekal, Op Cit, hal.126
[37] Ibid
[38] Ibid.hal. 127
[39] Prof.Dr.Muhammad Amhazun, Fitnah Kubra, terjemah Daud Rasyid, (LP2SI Al-HARAMAIN, Jakrta, 1994), cet. I, hal.204
[40] Jeje Jaenuddin, Akar Konflik Umat Islam, (Kaki Langit, Bandung, 2008), cet. I, hal.49-50
[41]Ibid, hal. 57
[42] Ibid.
[43] Yoesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Khulfaur Rasyidin, (Jakarta, Bulan Bintang 1985) cet. I, hal. 340
[44] Muhammad Husain Haikal, Op Cit., hal.137
[45] Yoesoef Sou’yb, Op Cit, hal. 453
[46] Ibid,hal. 454
[47]
Berbagai analisis dan perdebatan mengenai hakekat keberadaan surat
rahasia itu dan mengenai siapa yang paling memungkinkan menulisnya dapat
di periksa dalam Al-Qadhi Abu Bakar Ibnu al-Arabi, Al Awashim
(pentahqiq Muhibbuddin Al Khathib),(Beirut:Dar el Jail,1994), cet II,
hal. 199 dan seterusnya. Bandingkan dengan George Jordac, Suara
Keadlilan, Sosok Agung Ali bin Abi Thalib R A, terjemah Indonesia oleh
Abu Muhammad As Sajjad, (Jakarta: Lentera Basritama, 1997),
cet.II,hal.343 dan seterusnya
[48]
Sebagai contoh perdebatan seputar tokoh misterius `Abdullah bin Saba,
terdapat dalam buku karya Prof.Dr.Muhammad Amhazun, Fitnah
Kubra(terjemah Indonesia oleh Daud Rasyd), (Jakarta: LP2SI Al
Haramain,200), cet.I, hal.191 dst.
[49] Prof.Dr.Muhammad Amhazun, Op. Cit., hal.213-215
makalah tentang ibnu sina sobat ada nggak, kalau ada share kepada saya ya
ReplyDeletenumpang buka lapak gan..
ReplyDeleteKumpulan Makalah-Artikel-Proposal-Thesis-dll Terlengkap
jujur-Mudah-Murah
http://khasanahilmuu.blogspot.com/2013/08/makalah.html#