AGAMA KONG HU CHU
Oleh: Agus setiawan, Darwadi & Eling Fanny Ardhianto
Pendahuluan
Segala
puji bagi Allah, Pencipta langit dan bumi, Pembuat gelap dan terang.
Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada pemimpin kita, Muhammad
saw, penutup para rasul, yang memberikan kabar gembira dan kabar
menakutkan, yang memberi janji
dan peringatan, yang dengan kehadiran
beliaulah Allah menyelamatkan manusia dari kesesatan, yang menunjukkan
manusia ke jalan yang lurus, jalan yang ada dilangit dan dibumi, dan
hanya kepada Allahlah semua urusan akan kembali.
China mempunyai
sejarah yang panjang dan mulia tiada tandingannya. Legenda berlalu jauh
ke masa purba, dan menceritakan dengan samar-samar kedatangan bangsa
China dari Barat, dan awal kebangkitannya, memberikan pola kepada semua
pewarisnya, yakni menangani rakyatnya sebagai anak-anaknya, dan
menciptakan kesenian di mana kehidupan China bergantung. Ketika sejarah
mereka dimulai sekitar 2700 SM, watak, sifat, dan lembagalembaga di
China telah mapan. Mereka telah berbudaya, dan telah mempunyai agama
yang terorganisir, tetapi tak seorang pun yang dapat menceritakannya. Petikan-petikan kuno yang terdapat dalam Shi Ching (Buku Sajak Pujian) dan Shu Ching (Buku
Sejarah) memberi kesan bahwa orang China purba adalah monoteis. Nama –
nama yang diberikan mereka kepada Tuhan Yang Esa adalah Shangti (Yang
Maha Kuasa) dan Tien (Langit). Mereka tidak mempunyai berhala.
Dengan
berlalunya waktu, maka agama China telah merosot ke penyembahan hantu
dan roh dari alam ditambahkan kepada keimanan Shang-ti. Di setiap rumah
ada ruangan tempat nenek moyang, di mana penyembahan dan pengorbanan
disajikan kepada para arwah. Tetapi tidak hanya dalam keluarga saja
arwah itu dipuja. Kaisar pun melakukan pengorbanan dalam kapasitas
public terhadap semua raja-raja sebelumnya dalam upacara-upacara yang
melelahkan dan seringkali ada hantu-hantu untuk sesajen. Namun demikian,
agama tidaklah terpisah dari kehidupan. Tidak ada golongan pendeta yang
khusus untuk menanganinya, setiap orang harus ikut dalam upacara sesaji
yang dibebankan kepadanya. Upacara agama itu ditentukan oleh adat
dengan rinciannya, dan bilamana seseorang menghadirinya, berarti dia
telah melaksanakan kewajibannya. Agama adalah suatu rangkaian tindakan
yang dikerjakan dengan cocok dan tepat, orang yang cocok selalu
berkorban demi tujuan yang tepat dengan cara yang tepat pula.
Sekitar
abad keenam sebelum Masehi tampak ada keadaan tanpa hukum yang besar
pengaruhnya di China. Baik kehidupan politik, maupun keagamaan menjadi
rusak dan merosot dari kemuliannya yang semula. Peradaban besar yang
ditegakkan di China oleh penguasa dinasti Chou hanya tinggal bayangan
saja. Dalam keadaan semacam inilah, dua agama China yang besar, yakni Kong hu chu dan Tao lahir. Dari segenap agama-agama di China, maka Kong hu chu telah meninggalkan kesan yang kuat dalam kehidupan dan kebudayaan China. Untuk hampir 25 abad, Kong hu chu
dianggap oleh China sebagai Guru yang pertama tidak karena ketiadaan
Guru sebelum beliau, tetapi karena beliau mengatasi mereka dalam
derajatnya.
Sejarah Berdirinya
Agama Konghucu dikenal pula sebagai Ji Kauw (dialek Hokian) atau Ru Jiao
(Hua Yu), yang berarti agama yang mengajarkan kelembutan atau agama
bagi kaum terpelajar. Agama ini sudah dikenal sejak 5.000 tahun lalu,
lebih awal 2.500 tahun dibanding usia Kongzi sendiri.
Kongzi (Hua
Yu) atau Khongcu (dialek Hokian) atau Confucius (Latin) adalah nama nabi
terakhir dalam agama Konghucu. Ia lahir tanggal 27, bulan 8, tahun
0001 Imlek atau 551 sM. Kongzi adalah nabi terbesar dalam agama
Konghucu dan oleh sebab itu banyak orang yang kemudian menamai Ru Jiao
sebagai Confucianism, yang kemudian di Indonesia dikenal sebagai Agama
Konghucu.
Sebagai bukti akan kebesaran Kongzi atau Nabi Khongcu,
tahun pertama dari penanggalan Imlek dihitung sejak tahun kelahirannya.
Padahal penanggalan Imlek diciptakan pada jaman Huang Di, 2698-2598 sM
dan telah digunakan sejak Dinasti Xia, 2205-1766 sM. Penetapan tahun
pertama ini dilakukan Kaisar Han Wu Di dari Dinasti Han pada tahun 104
sM.[1]
Ajaran Konfusianisme atau Kong Hu Chu (juga: Kong Fu Tze atau Konfusius) dalam bahasa Tionghoa, istilah aslinya adalah Rujiao (儒教) yang berarti agama dari orang-orang yang lembut hati, terpelajar dan berbudi luhur. Khong hu chu
memang bukanlah pencipta agama ini melainkan beliau hanya
menyempurnakan agama yang sudah ada jauh sebelum kelahirannya seperti
apa yang beliau sabdakan: "Aku bukanlah pencipta melainkan Aku suka akan
ajaran-ajaran kuno tersebut". Meskipun orang kadang mengira bahwa Khong hu chu adalah merupakan suatu pengajaran filsafat untuk meningkatkan moral dan menjaga etika manusia. Sebenarnya kalau orang mau memahami secara benar dan utuh tentang Ru Jiao atau Agama Khong hu chu, maka orang akan tahu bahwa dalam agama Khong hu chu (Ru Jiao) juga terdapat Ritual yang harus dilakukan oleh para penganutnya. Agama Khong hu chu
juga mengajarkan tentang bagaimana hubungan antar sesama manusia atau
disebut "Ren Dao" dan bagaimana kita melakukan hubungan dengan Sang
Khalik/Pencipta alam semesta (Tian Dao) yang disebut dengan istilah
"Tian" atau "Shang Di".
Ajaran falsafah ini diasaskan oleh Kong Hu Chu yang dilahirkan pada tahun 551 SM
Chiang Tsai yang saat itu berusia 17 tahun. Seorang yang bijak sejak
masih kecil dan terkenal dengan penyebaran ilmu-ilmu baru ketika berumur
32 tahun, Kong Hu Chu banyak menulis buku-buku moral, sejarah,
kesusasteraan dan falsafah yang banyak diikuti oleh penganut ajaran
ini. Beliau meninggal dunia pada tahun 479 SM.
Konfusianisme
mementingkan akhlak yang mulia dengan menjaga hubungan antara manusia
di langit dengan manusia di bumi dengan baik. Penganutnya diajar supaya
tetap mengingat nenek moyang seolah-olah roh mereka hadir di dunia ini.
Ajaran ini merupakan susunan falsafah dan etika yang mengajar bagaimana
manusia bertingkah laku.
Konfusius tidak menghalangi orang
Tionghoa menyembah keramat dan penunggu tapi hanya yang patut disembah,
bukan menyembah barang-barang keramat atau penunggu yang tidak patut
disermbah, yang dipentingkan dalam ajarannya adalah bahwa setiap manusia
perlu berusaha memperbaiki moral.
Ajaran ini dikembangkan oleh muridnya Mensius ke seluruh Tiongkok dengan beberapa perubahan. Kong Hu Chu disembah sebagai seorang dewa dan falsafahnya menjadi agama baru, meskipun dia sebenarnya adalah manusia biasa. Pengagungan yang luar biasa akan Kong Hu Chu telah mengubah falsafahnya menjadi sebuah agama dengan diadakannya perayaan-perayaan tertentu untuk mengenang Kong Hu Chu.[2]
Kitab Suci Agama Kong hu chu
Kitab yang dipandang suci di dalam agama kong hu chu atau kung fu tze terbagi ke dalam dua kelompok, yaitu:
- Wu Ching (kitab suci yang lima), lima klassik:
Yang termasuk lima klassik itu ialah:
- Shu Ching, yang bermakna: kitab sejarah. Yang berisikan kronologi tentang peristiwa purbakala, peristiwa istana adapt-istiadat, meliputi masa dua ribu tahun sebelum masehi. Sedikit banyaknya mengandung nilai bagi ahli sejarah disebabkan tidak ada sumber lainnya.
- Shih Ching, yang bermakna: kitab sajak. Berisikan lebih 300 kumpulan nyanyian beserta sajak-sajak pujaan. Mencerminkan kepercayaan keagamaan yang mula-mula di Tiongkok.
- I Ching, yang bermakna: kitab perubahan. Berisikan rangkaian diagram berdasarkan garis-garis penuh dan garis-garis putus, yang dimaksudkan untuk keperluan ramalan (Horoscope).
- Lhi Chi, yang bermakna: kitab kebaktian. Yang berisikan upacara-upacara kultus berserta upacara-upacara di dalam istana.
- Chun Chiu, yang bermakna: catatan musim semi dan musim rontok. Berisikan catatan kronologis terhadap peristiwa-peristiwa dalam wilayah Lu semenjak tahun 722 SM sampai tahun 481 SM, pada masa pemerintahan dan kekuasaan Chun Chiu yang merupakan pecahan dari dinasti Chou.
Disamping lima klassik diatas itu, maka ada klassik yang keenam, bernama Hsio Ching, yakni: kitab kebaktian anak di dalam system pendidikan dari Kung fu tze, maka kumpulan essai-essai pendek yang berisikan kemestian kebaktian anak itu adalah untuk dihafalkan oleh para pelajar.
- Sau shu (kitab yang empat):
Yang termasuk kelompok kedua itu ialah:
- Lun Yu, yang berisikan pembahasan-pembahasan Kung Fu Tze, terdiri dari 20 bab. Kebanyakannya adalah anekdot-anekdot singkat dari kung fu tze, berbentuk soal jawab dengan para murid atau tokoh-tokoh lainnya. Juga berisikan sikap kung fu tze dalam berbagai peristiwa. Kitab itu sumber terutama mengenai kehidupan kung fu tze.
- Ta Hsueh, yakni pelajaran terbesar. Konon disusun oleh cucu kung fu tze yang bernama tzu szu, sebuah karya dalam bidang etika dan politika yang merupakan perluasan pembahasan sebuah bab di dalam Li Chi.
- Chung Yung, yakni: pusat keselarasan. Konon disusun oleh tzu szu, cucu kung fu tze. Berisikan dasar hukum susila.
- Meng Tze, yakni: kitab Meng tze (372-289 SM), seorang tokoh penafsir terhadap ajaran kung fu tze. Literature dibarat memanggilkannya dengan: Men Cius.
Kelompok
pertama maupun kelompok kedua itu banyak disalin ke dalam bahasa
inggris oleh berbagai penulis. Bagian terbesar dari padanya termuat di
dalam sacred books of the east (SBE), karya max muller.[3]
Konsep Ketuhanan Dalam Agama Kong hu chu
Ru
Jiao atau agama Konghucu adalah agama monoteis, percaya hanya pada satu
Tuhan, yang biasa disebut sebagai Tian, Tuhan Yang Maha Esa atau
Shangdi (Tuhan Yang Maha Kuasa). Tuhan dalam konsep Konghucu tidak dapat
diperkirakan dan ditetapkan, namun tiada satu wujud pun yang tanpa Dia.
Dilihat tiada nampak, didengar tidak terdengar, namun dapat dirasakan
oleh orang beriman.
Dalam Yijing dijelaskan bahwa Tuhan itu Maha
Sempurna dan Maha Pencipta (Yuan) ; Maha Menjalin, Maha Menembusi dan
Maha Luhur (Heng) ; Maha Pemurah, Maha Pemberi Rahmat dan Maha Adil
(Li), dan Maha Abadi Hukumnya (Zhen).[4]
Ajaran Pokok Agama Kong hu chu
Seperti halnya ajaran pokok agama lain, dalam agama Kong hu chu
dikenal hubungan vertikal antara manusia dengan Sang Khalik dan
hubungan horizontal antara sesama manusia. Dalam kosa kata Agama Kong hu chu disebut sebagai Zhong Shu,
Satya kepada (Firman) Tuhan, dan Tepasalira (tenggang rasa) kepada
sesama manusia. Prinsip Tepasalira ini kemudian ditegaskan dalam
beberapa sabdanya yang terkenal, “Apa yang diri sendiri tiada inginkan,
jangan diberikan kepada orang lain” dan “Bila diri sendiri ingin tegak
(maju), berusahalah agar orang lain tegak (maju)”. Kedua sabda ini
dikenal sebagai “Golden Rule” (Hukum Emas) yang bersifat Yin dan Yang.
Dalam
berbagai kesempatan Kongzi menekankan pentingnya manusia mempunyai
“Tiga Pusaka Kehidupan”, “Tiga Mutiara Kebajikan” atau “Tiga Kebajikan
Utama”, yaitu : Zhi, Ren dan Yong. Ditegaskan bahwa, “Yang Zhi tidak
dilamun bimbang, yang Ren tidak merasakan susah payah, dan yang Yong
tidak dirundung ketakutan”.
Zhi berarti wisdom dan sekaligus enlightenment
(Bijaksana dan Tercerahkan/Pencerahan). Bijaksana dapat diartikan
pandai, selalu menggunakan akal budinya, arif, tajam pikiran, mampu
mengatasi persoalan dan mampu mengenal orang lain. Pencerahan atau yang
Tercerahkan, berarti mampu mengenal dan memahami diri sendiri, termasuk
di dalamnya mampu mengenal yang hakiki. Untuk mencapai Zhi, manusia
harus belajar keras, dengan menggunakan kemampuan dan upaya diri
sendiri. Agama, para Nabi dan atau Guru Agung hanya bisa membantu,
namun untuk mencapainya adalah dari upaya diri sendiri. Orang yang ingin
memperoleh Zhi, berarti ia harus belajar keras untuk meraih
Kebijaksanaan dan sekaligus Pencerahan (batin).
Ren berarti Cinta
Kasih universal, tidak terbatas pada orang tua dan keluarga sedarah
belaka, namun juga kepada sahabat, lingkungan terdekat, masyarakat,
bangsa, negara, agama dan umat manusia. Ren bebas dari stigma masa lalu
dan tidak membeda-bedakan manusia dari latar belakang atau ikatan
primordialnya. Ren tidak mengenal segala bentuk diskriminasi atau
pertimbangan atas dasar kelompok. Meski berasal dari satu kelompok, bila
seseorang bersalah atau melanggar Kebajikan, maka bisa saja kita
berpihak kepada orang yang berasal dari kelompok berbeda namun
benar-benar berada dalam Kebajikan. Ren dalam pengertian agama Konghucu
selalu didasari pada sikap ketulusan, berbakti, memberi, bukan meminta
atau menuntut balasan dalam bentuk apapun. Namun perlu diingat bahwa Ren
tidak berarti mencinta tanpa dasar pertimbangan baik dan buruk. Dalam
salah satu sabdanya Kongzi mengatakan bahwa “Orang yang
berperi-Cintakasih bisa mencintai dan membenci”. Mencintai Kebaikan dan
membenci Keburukan. Balaslah Kebaikan dengan Kebaikan; Balaslah
Kejahatan dengan Kelurusan”. Di sini berarti siapa pun yang bersalah,
harus diluruskan, dihukum secara adil dan diberi pendidikan secara
optimal agar dapat kembali ke jalan yang benar. Setelah berada di jalan
yang benar, kita tidak boleh terkena stigma, menilai atas dasar masa
lalu seseorang.
Yong sering diartikan Berani atau Keberanian.
Namun yang dimaksud dengan Yong, bukanlah keberanian dalam “k” kecil.
Berani melawan harimau dengan tangan kosong, berani menyeberangi
bengawan tanpa alat bantu, bukanlah Keberanian yang dimaksud Kongzi.
Yang dimaksud dengan Keberanian di sini adalah Berani karena Benar,
Berani atas dasar Aturan atau Kesusilaan, Berani atas dasar rasa Tahu
Malu. Suatu ketika Kongzi berkata, “Bila memeriksa ke dalam diri aku
telah berada dalam Kebenaran, mengapa aku harus merasa takut?. Namun
bila aku bersalah, kepada anak kecil pun aku tidak Berani”.
Yong
juga diartikan sebagai Keberanian untuk melakukan koreksi dan
instrospeksi diri. Bila bersalah, kita harus Berani mengakui kesalahan
tersebut dan sekaligus Berani untuk mengkoreksinya. Nabi Kongzi berkata,
“Sungguh beruntung aku. Setiap berbuat kesalahan, selalu ada yang
mengingatkannya”. Ditambahkan, “Sesungguh-sungguhnya kesalahan adalah
bila menjumpai diri sendiri bersalah, namun tidak berusaha untuk
mengkoreksi atau memperbaikinya”. Maka seorang yang berjiwa besar adalah
orang yang berani belajar dari kesalahan.
Oleh Mengzi, Yong
kemudian dijabarkan sebagai Yi (Kebenaran) dan Li (Kesusilaan, Tahu
Aturan, Ketertiban atau Hukum). Bila seseorang mampu menjalani Ren, Yi,
Li dan Zhi dengan baik, maka ia diharapkan mampu menjadi seorang Junzi
(Kuncu), atau orang yang beriman (dan tentu saja berbudi pekerti luhur).
Dalam Islam disebut “Insan Kamil”. Dengan demikian diharapkan ia akan
menjadi manusia yang terpercaya atau Dapat Dipercaya (Xin). Pokok
ajaran Ren, Yi, Li, Zhi dan Xin atau, inilah yang biasa disebut sebagai
“Lima Kebajikan” atau Wu Chang.
Doktrin Tentang Kebaktian Dalam Agama Kong hu chu
Doktrin tentang kebaktian itu merupakan titik berat ajaran kong fu tze
yang terkandung pada hampir seluruh himpunan klassik itu, baik yang
langsung ditulis oleh kong fu tze maupun yang di tulis oleh para
muridnya berdasarkan percakapan mereka kepada kong fu tze ataupun
komentar-komentar yang ditulis oleh para penulis pada masa belakangan.
Terutama kebaktian itu ditekankan pada masalah ketaatan sang anak (filliat
piety). Hal itu mengingat masyarakat besar dalam suatu Negara
berpangkal pada hakikatnya atas kelompok- kelompok keluarga. Kumpulan
keluarga yang baik akan melahirkan masyarakat yang baik
Inti doktrin ajaran kung fu tze berasaskan dua aspek:
- Hsiao, yaitu masalah hubungan dalam kehidupan manusaiwi. Kung fu tze merumuskannya dalam lima jenis hubungan, yaitu: hubungan anak dan bapak, hubungan istri dan suami, hubungan saudara bungsu dan saudara sulung, hubungan karyawan dengan majikan, hubungan rakyat dengan raja.
Pihak pertama pada lima jenis hubungan itu berkewajiban khidmat dan takzim, yakni Hsiao, terhadap pihak kedua. “kewajiban anak (fillial duty) dan kewajiban bapak (fraternal duty) adalah azas kemanusian yang baik.
- Shu, yaitu masalah timbal balik dari pihak atasan terhadap bawahan dalam lima jenis hubungan sosial itu. Pihak atasan atasan dalam mengimbali Hsiao itu memikul kewajiban untuk bersifat asih dan adil. Shu itu berpangkal pada azas pikiran kung fu tze, berbunyi: “apa yang kamu tidak ingin dilakukan orang terhadapmu, jangan lakukan terhadap orang lain”.[5]
Dampak Ajaran Kong hu chu Terhadap Negeri Cina
Lebih dari dua ribu tahun, ajaran-ajaran kong hu chu
telah sangat dalam mempengaruhi nasib seperempat penduduk dunia ini.
Kemajuan itu terlihat sebagai suatu kisah keberhasilan semangatnya.
Selama dinasti Han (206 SM- 220 M) ajaran kong hu chu
secara praktis telah menjadi agama Negara cina. Dalam tahun 130 SM
ajaran itu dinyatakan sebagai ilmu dasar dalam pendidikan
pejabat-pejabat pemerintah, dan merupakan suatu pola yang pada dasarnya
masih berlanjut sampai berdirinya republic cina pada tahun 1912. pada
tahun 59 M telah diperintahkan untuk mengadakan korban bagi kong hu chu
pada semua sekolah di kota, dan pada abad ke-7 dan 8 kuil-kuil telah
didirikan diberbagai kabupaten dalam kerajaan, sebagai tempat pujaan
baginya dan para penganutnya yang utama. Sampai pada bagian kedua dari
abad ke 12 bukunya Analects telah menjadi buku salah satu dari buku-buku sekolah. Bahkan dalam zaman dinasti Sung,
buku tersebut bukannya merupakan salah satu dari buku-buku sekolah,
melainkan merupakan satu-satunya buku yang dijadikan dasar bagi semua
bidang pendidikan. Dalam tahun 1934 hari lahir Confucius dinyatakan sebagai hari libur nasional.
Namun saksi sesungguhnya terhadap pengaruh Confucius adalah peradaban, yang sebagian besar merupakan buah tangannya yang mengulas singkat mengenai kehidupan orang cina. Ajaran kong hu chu menunjukkan bekas pengaruh selama berabad-abad hampir dari segi kehidupan.[6]
Kesimpulan
banyak orang yang masih salah pengertian, menganggap bahwa konghucu menyembah dewa-dewa. Kong hu chu
adalah sebuah ajaran moral yang dipopulerkan oleh konfusius. yang
berarti agama dari orang-orang yang lembut hati, terpelajar dan berbudi
luhur. Adapun definisi agama sendiri menurut agama kong hu chu yaitu
Berdasarkan kitab Zhong Yong agama adalah bimbingan hidup karunia
Tian/Tuhan Yang Maha Esa (Tian Shi) agar manusia mampu membina diri
hidup didalam Dao atau Jalan Suci, yakni "hidup menegakkan Firman Tian
yang mewujud sebagai Watak Sejati, hakikat kemanusiaan". Hidup beragama
berarti hidup beriman kepada Tian dan lurus satya menegakkan firmanNya.
bagi
orang china, agama tidak perlu rasul, kitab suci, dan tuhan. pokoknya,
selama "sesuatu" itu bisa fixed di masyarakat dan mengubah gaya hidup
masyarakat, "sesuatu" itu bisa dianggap sebagai agama. tidak seperti
bangsa-bangsa di timur tengah dan eropa yang menganggap bahwa agama
harus ada rasul, kitab suci, dan tuhan. sebagian mengatakan bahwa
konfusianisme adalah filsafat, itu juga benar, bila dilihat dari pola
pikir ala samawi. tapi bagi orang china, konfusianisme adalah agama, dan
lagipula konfusianisme sudah bercampur dengan agama buddha dan
kepercayaan taoisme. sifatnya pun berubah dari yang tadinya "atheist"
dan "sekuler", menjadi lebih spiritual dan theistik. konfusianisme
aslinya adalah filsafat. tapi ketika bergabung dengan taoisme dan
buddhisme, jadi lebih mirip agama.
Wallahu a’lam bishawab
REFERENSI
ü
Di kutip dari internet yang Dirangkum oleh Ws. Budi S. Tanuwibowo,
Ketua Umum “MATAKIN”, dari berbagai sumber “selintas mengenal agama
kong hu chu”
ü Http://id.wikipedia.org/wiki/wikipedia: lisensi dokumentasi bebas GNU
ü Joesoef Sou’yb, agama-agama besar di dunia, (Al-Husna Dikra, Jakarta: 1996, cet. III)
ü Houston Smith, agama-agama manusia
[1]Di
kutip dari internet yang Dirangkum oleh Ws. Budi S. Tanuwibowo, Ketua
Umum “MATAKIN”, dari berbagai sumber “selintas mengenal agama kong hu
chu”
[2] Http://id.wikipedia.org/wiki/wikipedia: lisensi dokumentasi bebas GNU
[3] Joesoef Sou’yb, agama-agama besar di dunia, (Al-Husna Dikra, Jakarta: 1996, cet. III), hal. 167-169
[4]
Di kutip dari internet yang Dirangkum oleh Ws. Budi S. Tanuwibowo,
Ketua Umum “MATAKIN”, dari berbagai sumber “selintas mengenal agama
kong hu chu”
[5] Joesoef Sou’yb, agama-agama besar di dunia, op. cit. hal. 176-177
[6] Houston Smith, agama-agama manusia, hal. 225
0 comments:
Post a Comment
Silahkan Tinggalkan komentar kamu