Chat

HIJRAH DAN JIHAD DALAM TINJAUAN DAKWAH

Oleh Darwadi dan Saeful Rokhman
H
adits berikut adalah satu hadits yang membicarakan tentang hijrah dan jihad. Meskipun jika dilihat secara sepintas tidak berkaitan dengan pembahasan dakwah, namun penulis akan berusaha untuk mengintepretasikannya dalam tinjauan dakwah. Untuk mendukung hadits berikut, kita akan membawakan beberapa ayat yang memiliki kaitan dengan dakwah.

Hijrah yang kita sebutkan di sini bukanlah berarti hijrah fisik, namun sesuai dengan keterangan hadits, yaitu hijrah kepada Islam dan jihad. Kedua hal inilah yang akan kita bahas dalam tulisan ini. Untuk lebih jelasnya, ada baiknya kita membacanya sampai tuntas.

Takhrij Hadits
حدسنا اسحاق بن ابراهيم سمع محمد بن فضيل عن عاصم عن ابي عثمان عن مجاشع – رضي الله عنه- قال : اتيت النبي- صلى الله عليه و سلم- انا واخي فقالت : بيعنا على الهجرة , فقال : " مضت الهجرة لاهلها , فقالت : علام تبايعنا؟ قال : " على الاسلام الجهاد(رواه البخاري ,كتاب الجهاد,باب البيعة الحرب ان لا يفروا, رقم 2942)
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim telah mendengar Muhammad bin Fudhail dari ‘Ashim dari Abi Ustman dari Majasyi’, katanya: Saya menghadap Rasulullah saw bersama saudara saya, lalau saya berkata: “ terimalah bai’at kami untuk hijrah” lalu beliau bersabda: “ hijrah telah lewat” lalu saya bertanya: untuk apakah tuan membai’at kami? Beliau bersabda: “ untuk membela Islam dan berjihad”.[1]
Di dalam kitab Shahih Muslim juga disebutkan dengan redaksi yang berbeda, sebagai berikut:
حدثنا محمد بن الصباح ابو جعفر : اخبرنا اسنماعيل بن زكريا عن عاصم الاحول عن ابي عثمان الهندى عن مجاشع بن مسعود السلمى اتيت ابايعه على الهجرة , فقال : ان الهجرة قد مضت لاهلها ولكن على الاسلام والجهاد والخير(رواه مسلم رقم 1863 باب الامارة)
Artinya: “Sesungguhnya hijrah telah berlalu akan tetapi untuk jihad, Islam dan kebaikan”.[2]
حدثنا بكر بن عيص قال : حدثنا ابو عوا ته, عن عاصم الأحوال, عن ابن عثمان التهدي, عن مجاشع بن مسعود قال : انطلقت ياحي معبد إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم بعد الفنح فقلت : يا رسول الله بايعه على الهجرة , فقال : ماضت الهجرة لأهلها قال فقلت فماذا ؟ قال : على الإسلام والجهاد. (رواه احمد, حديث مجا شع بن مسعود رقم : 1564)[3]
Dalil Al-Qur’an yang Memperkuat Hadits di Atas
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: "Dalam keadaan bagaimana kamu ini?". Mereka menjawab: "Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)". Para malaikat berkata: "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?". Orang-orang itu tempatnya neraka Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali” (Q.S An-Nisa’ : 97)
Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi Ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), Maka sungguh Telah tetap pahalanya di sisi Allah. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Qs. An-Nisa’: 100)
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikit pun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”(Q.S Al-Anfal: 72)
Artinya: “Katakanlah: "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (Q.S At-taubah: 24)
Hijrah bukanlah sekedar perpindahan tempat dari suatu negeri ke negeri yang lain. Hijrah juga bukan perjalanan mencari kesenangan dari negeri yang gersang menuju negeri yang subur. Sesungguhnya hijrah adalah perjalanan yang dilakukan oleh seseorang mukmin karena kebencian terhadap penjajahan, belenggu yang menghalangi kebebasan untuk mengekspresikan keimanan, serta untuk kemaslahatan. Ia adalah perjalanan pengorbanan harta dan jiwa demi menemukan jalan lurus, yaitu Islam.
Di dalam al-Qur’an Allah SWT banyak sekali memuji kaum Muhajiin serta menyematkan mereka dengan sifat-sifat yang terpuji dan istimewa. Mereka adalah orang-orang yang keluar meninggalkan harta dan tanah air mereka. Mereka keluar dari kota Makkah bukan mulus tanpa rintanga, akan tetapi mereka harus menghadapi kepedihan, siksaan serta perlakuan kasar. Mereka keluar meninggalkan Makkah kecuali hanya ingin menyatakan, “Rabb kami adalah Allah.”
Di antara sifat-sifat istimewa yang Allah berikan kepada para Muhajirin adalah sebagai berikut:
“(juga) bagi para fuqara’ yang berhijrah yang diusir dari kampong halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hasyr: 8)
“Barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barang siapa yang keluar dari rumahnya dengan bermaksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpa (sebelum sampai ke tempat yang dituju), sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun
Orang-orang yang berhijrah karena Allah setelah mereka dianiaya, pasti kami akan memberikan tempat yang baik kepada mereka di dunia. Sesungguhnya pahala di akhirat lebih besar kalau mereka mengetahui. (QS. An-Nahl: 41)
Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) dan sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin) mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekali pun mereka memerlukan (apa yang diberikan itu). barang siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. al-Hasyr: 9).
Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya bahwa Imam Bukhari berkata, diriwayatkan dari Abdullah bin Muhammad, dari Sufyan, dari Yahya bin Sa’id ia mendengar Anas bin Malik ketika ia bersama-sama pergi menuju Walid, ia berkata: “Rasulullah SAW berdo’a untuk kaum Anshar agar diberikan kepada mereka dua sungai.” Mereka berkata: “Tidak wahai Rasulullah, kecuali bila engkau mendo’akan bagi saudara kami kaum Muhajirin hal yang sama pula.” Beliau bersabda: “Tungggu dulu, sabarlah kalian hingga aku memberikan kalian pilihan.”[4]
Dalam riwayat lain, Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah, ia mengatakan bahwa kaum Anshar berkata: “Bagikanlah kebun kurma ini untuk kami dan kaum Muhajirin.” Abu Hurairah berkata: “Tidak, kaum Muhajirin berkata: apakah kami tidak merasakan kesukaran bersama kalian sementara kami menikmati hasil jerih payah kalian bersama-sama.” Mereka kaum Anshar mengatakan: “Kami mendengar dan kami taat.”[5]
Dari keterangan ayat dan intrepetasi para ulama di atas, jelaslah bahwa sesungguhnya Allah SWT telah menjanjikan kepada kaum Muhajirin keluasan rezeki mereka di dunia, dan ternyata janji yang bijaksana itu benar adanya. Di dalam al-Qur’an telah diterangkan secara jelas bahwa mereka tidak sedikit pun memiliki rasa takut dan sedih, bahkan ketika maut datang menghadang mereka. Mereka mencari ketenangan yang lain, yaitu ketenangan berada dalam lindungan Allah SWT.
Sayyid Quthb dalam tafsirnya, Fi Dhilal al-Qur’an, mengatakan bahwa Allah SWT memberikan Criteria hijrah itu adalah hijrah di jalan Allah SWT. inilah hijrah yang dicontohkan di dalam Islam. Bukan hijrah demi mencari harta, hijrah demi terhindar dari beban berat, hijrah demi kesenangan nafsu dan syahwat atau hijrah-hijrah lain dengan tujuan sesaat dari kehidupan dunia ini. Siapa yang melakukan hijrah dengan tujuab ini –karena Allah– ia akan mendapatkan kemudahan dan tempat yang luas sehingga bumi tidak akan pernah mempersempit orang itu. keberhasilan itu tanpa harus mengesampingkan strategi dan sarana yang dipakaiuntuk mencapai keberhasilan, rezeki dan kelangsungan hidup. Ia akan mendapati Allah SWT bersama dengannya di manapun ia berada. Allah menghidupi mereka, member rezeki, serta menyelamatkan mereka.[6]
Klasifikasi Hijrah
1) Hijrah secara fisik
Al-Qur’an mewajibkan kepada kaum muslimin untuk melakukan hijrah dari dar al-harbi –setiap negeri yang tidak dapat ditegakkan syari’at Islam dan tidak menerima kepentingan kaum muslimin– agar dapat bergabung dengan jama’ah kaum muslimin di mana pun mereka berada. Di sanalah kaum muslimin memiliki kepemimpinan dan kekuasaan. Dengan demikian, kaum muslimin dapat berlindung di bawah bendera Islam, bukan lagi berlindung di bawah bendera orang-orang kafir. Jika tidak mau melakukan itu, seorang muslim bisa dikatakan nifaq atau kafir. Dia dipandang telah keluar dari barisan kaum muslimin dengan alasan papun juga.
Selain itu, ada juga berbagai hijrah fisik yang disebutkan oleh Ibnu al-Arabi dalam tafsirnya, selain hijrah yang dilakukan dari dar al-harbi ke dar al-Islam, yaitu sebagai berikut:
Pertama; keluar dari negeri yang penuh hikmah,
Kedua, keluar dari negeri yang sesuatunya haram,
Ketiga; melarikan diri dari intimidasi fisik yang menyakiti badan,
Keempat; khawatir terserang penyakit berbahaya yang sedang merajalela dalam suatu negeri dan meninggalkan negeri itu menuju negeri yang sehat,
Kelima; pergi meninggalkan suatu daerah karena khawatir akan keselamatan harta.[7]
2) Hijrah secara maknawi
Maka segeralah kembali kepada (mentaati) Allah. Sesungguhnya Aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu. Dan janganlah kamu mengadakan Tuhan yang lain disamping Allah. Sesungguhnya Aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu. (Qs. Adz-Dzariyat: 50-51)
Mengenai ayat di atas, asy-Syaukani berkata, “yaiu katakanlah kepada mereka wahai Muhammad, “kembalilah ke jalan Allah dengan cara bertobat dari kesalahan-kesalahanmu dan dari kekufuran dan maksiat. Hasan bin Fadhal berkata, “keluarlah dari segala sesuatu yang kalian yakini selain Allah, siapa saja yang menuju yang lain selain Allah, ia tidak akan menghalanginya. Dikatakan juga, “pergilah dari ketaatan kepada setan menuju ketaatan kepada Allah. Dikatakan juga, “pergilah dari kebodohan menuju ilmu pengetahuan.[8]
Jika kita lihat pendapat ahli tafsir tadi, kita akan mendapatkan bahwa kembali ke jalan Allah atau hijrah secara maknawi yaitu hijrahnya seorang mukmin dari apa yang dilarang Allah kepada apa yang diperintah Allah. asal dari seluruh permasalahan itu adalah hijrah meninggalkan kemusyrikan menuju kepada Allah (tauhidullah).
Kandungan Hadits Dalam Tinjauan Dakwah
  1. 1. Mengajak Umat Manusia untuk Hijrah kepada Islam (tauhid)
Jika kita cermati kisah-kisah dakwah para rasul yang diceritakan dalam al-Qur’an dan apa yang terjadi bagi mereka bersama umatnya akan mendapati bahwasanya mereka semuanya menyeru umatnya pada satu seruan, yaitu menyeru mereka untuk menyembah Allah semata, tiada sekutu baginya dan menyeru mereka agar menjauh dari kesyirikan. Bahkan masalah dakwah atau menyeru kepada tauhid dan mengajak untuk menghindari kesyirikan dengan segala sarananya itu adalah merupakan problem pertama yang diceritakan di dalam al-Qur’an antara para utusan Allah dengan umatnya.
Allah SWT berfirman:
Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku". (Qs. Al-Anbiya: 25)
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan
Dia menurunkan para malaikat dengan (membawa) wahyu dengan perintah-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya, yaitu: "Peringatkanlah olehmu sekalian, bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka hendaklah kamu bertakwa kepada-Ku". (Qs. Al-Anfal: 2)
Jadi seruan dan dakwah yang paling awal yang dilakukan seorang rasul itu adalah dakwah kepada tauhid, yaitu hanya beribadah kepada Allah semata, bertaqwa dan taat kepada-Nya serta patuh kepada rasul-Nya. Seruan untuk bertaqwa kepada tauhid, memperingatkan akan bahaya kesyirikan dan seruan kepada perbaikan aqidah adalah merupakan fundamen asasi di dalam dakwah para rasul, mulai dari utusan Allah yang pertama, Nabi Nuh AS, sampai nabi terakhir, Nabi Muhammad SAW. Inilah misi utama yang dengannya menjadikan dunia akan menjadi baik. Maka apabila aqidah manusia benar dan lurus, niscaya mereka hanya tunduk kepada Allah semata, taat kepada rasul-Nya dan istiqamah di dalam menjalankan syari’at-Nya.
2. Hijrah untuk berdakwah
Jika ada suatu daerah yang memprihatinkan, dalam arti di sana banyak terjadi kemaksiatan dan perbuatan-perbuatan yang menyimpang, maka wajib bagi seorang da’i untuk berdakwah di daerah tersebut. Satu hal yang harus dilakukan adalah hijrah ke tempat tersebut. Hal ini sejalan dengan firman Allah,
“Barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barang siapa yang keluar dari rumahnya dengan bermaksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpa (sebelum sampai ke tempat yang dituju), sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha penyayang.” (QS. An-Nisa: 100)
  1. 2. Urgensi Jihad bagi Eksistensi Dakwah

Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. jika mereka berhenti (dari kekafiran), Maka Sesungguhnya Allah Maha melihat apa yang mereka kerjakan. Dan jika mereka berpaling, Maka Ketahuilah bahwasanya Allah Pelindungmu. dia adalah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong.

  1. Menjaga kebebasan aqidah umat
Ibnu Katsir berkata, “Kemudian Allah SWT memerintahkan untuk memerangi orang-orang kafir sampai tidak terjadi fitnah atau syirik. Demikianlah yang dikatakan Ibnu Abbas, Ibnu Aliyah, Mujahid, Hasan, Qatadah, ar-Rabi’ bin an-Nas, as-Siddi, Muqatil bin Hayyan dan Zaid bin Aslam. Muhammad bin Ishaq berkata bahwa az-Zuhri menyampaikan kepadaku dari Urwah bin Zubair dan yang lainnya dari kalangan ulama mengenai “supaya jangan ada fitnah” maksudnya sampai seorang muslim tidak mendapatkan fitnah karena agamanya. Abdurrahman bin Zaid bin Aslam berkata mengenai ayat “dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah,” yaitu tidak ada kekufuran bersama dengan eksisnya agamamu.[9]
Ibnu Jarir ath-Thabari menyatakan, “perangilah mereka hingga tidak ada lagi kemusyrikan dan tidak ada yang disembah melainkan Allah Yang Maha Esa yang tidak memiliki sekutu. Diangkatlah mara bahaya dan bencana yang menimpa hamba-hamba Allah di muka bumi. “Dan agama itu semata-mata hanya untuk Allah”, yaitu sampai ketaatan dan ibadah semuanya hanya murni untuk Allah, tanpa yang lain.[10]
  1. Menjaga Syi’ar dan Ibadah
Allah mengizinkan kaum muslimin untuk berjihad memerangi orang-orang musyrik setelah berhijrah sebagai upaya untuk menjaga diri mereka dan aqidah mereka dari gangguan para musuh Islam setelah mereka merasakan kenikmatan berada dalam aqidah Islam. Agar mereka dan kaum muslimin yang lain dapat merasakan kebebasan mengekspresikan aqidah dan ibadah mereka. Allah menjanjikan bagi mereka kemenangan dan eksistensi dengan syarat kaum muslimin mau dan mampu menanggung resiko atau beban dari aqidah yang mereka yakini dan telah Allah jelaskan kepada mereka.[11]
Asy-Syaukani berkata mengenai firman Allah, “Dan sekiranya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara nashrani, gereja-gereja, rumah ibadah orang Yahudi dan masjid-masjid.” Kalaulah Allah tidak mensyari’atkan peperangan, pastilah orang-orang musyrik akan selalu berjaya dan menguasai bumi.[12]
Kesimpulan
Hadits yang kita bahas ini mengindikasikan bahwa hijrah secara fisik telah berlalu, adapun hijrah yang berlaku sekarang, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits, adalah hijrah kepada Islam dan jihad. Hijrah kepada Islam ialah hijrah kepada tauhid, yaitu dengan memberantas kesyirikan. Sedangkan jihad, ia adalah satu hal yang harus dilakukan untuk mempertahankan aqidah dan eksistensi Islam.
Demikian yang dapat kami bahas dalam tulisan singkat ini, terlepas dari kelebihan dan kekurangan, semoga penjelasan kami cukup memadai dalam mengintepretasikan hadits ini dalam tinjauan dakwah. Kritik dan saran konstruktif sangat kami harapkan.
Wallahu a’lam bish-shawab
Daftar Pustaka
  1. Imam Bukhari, Shahih Bukhari.
  2. Imam Ahmad, Musnad Ahmad.
  3. Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, Beirut: Dar al-Fikr, Libanon.
  4. Ibnu Jarir ath-Thabari, Tafsir Jami’ al-Bayan.
  5. Sayyid Qutb, Fi Dzilal al-Qur’an, Dar al-Syuruq, 1400 H.
  6. Abu Bakar Muhammad bin Abdullah Ibnu al-Arabi, 543 H.
  7. Muhammad bin Ali bin Muhammad asy-Syaukani, Fath al-Qadir.

[1]H.R. Bukhari, Kitab Jihad, no. 2942.
[2] H.R. Muslim Kitab Imarah, no. 1863.
[3] HR. Ahmad, hadits Majasi’ bin Mas’ud, no. 1564.
[4] Ibnu katsir, 4/295.
[5] Ibid.
[6] Fi Dhilal al-Qur’an: II/745.
[7] Ahkam al-Qur’an, Ibnu al-Arabi, I / 483.
[8] Fath al-Qadir, Muhammad bin Ali bin Muhammad asy-Syaukani, V / 91.
[9] Ibnu Katsir, 2/268.
[10] Ibnu Jarir ath-Thabari, 13/538.
[11] Sayyid Quthb, Fi Dhilal al-Qur’an, 4/2424.
[12] Imam asy-Syaukani, Fath al-Qadir, 3/457.

0 comments:

Post a Comment

Silahkan Tinggalkan komentar kamu

Kirim Update Info Terbaru Untuk
Sobat InfoAgus Langsung ke Email Sobat !