IDEALISME
Oleh: Hendriyanto
Idealisme, kadang-kadang digunakan istilah mentalisme atau imaterialisme[1]
 yaitu keyakinan bahwa hanya Roh, Jiwa, Pikiran dan isinya yang ada. 
Sebuah istilah yang pertama kali digunakan secara
 filosofis oleh Lebmniz
 awal abad ke-18. ia meneapkan istilah ini pada pemikiran Plato, seraya 
memperlawankannya dengan materialisme Epikorus[2]
Di
 dalam filsafat, adalah doktrin yang mengajarkan bahwa hakekat dunia 
fisik hanya dapat dipahami dalam kebergantungan pada jiwa(mind) dan 
spirt(roh). Istilah ini diambil dari “idea”, yaitu sesuatu yang hadir 
dalam jiwa. Keyakinan ini pada plato. Pada filsafat modern, pandangan 
ini mula-mula kelihatan pada George Berkeley(1685-1753) yang menyatakan 
bahwa hakekat objek-objek fisik adalah idea-idea. Leibniz menggunakan 
istilah ini pada permulaan abad ke-18; menamakan pemikiran Plato sebagai
 lawan materialisme Epicurus.[3]

Ideallisme
 menggunakan argument epistimologi tersendri. Oleh karena itu, 
tokoh-tokoh teisme mengejarkan bahwa materi bergantung pada spirit tidak
 disebut idealis karena mereka tidak menggunakan argument epistimologi 
yang digunakan idealisme.. mereka menggunakan argument yang mengatakan 
bahwa objek-objek fisik pada akhirnya adalah ciptaan Tuhan; argument orang idealis mengatakan bahwa objek-objek fisik tidak dapat dipahami terlepas dari spirit. [4]
Idealisme secara umum selalu berhubungan dengan rasionalisme. Ini adalah mazhab epistimologi yang mengajarkan bahwa pengetahuan a priori dapat atau deduktif dapat diperoleh manusia dengan akalnya.[5]
Plato sering disebut sebagai seorang idealis sekalipu idea-nya
 tidak khusus(spesifik) mental, tetapi lebih lebih merupakan objek yang 
universal(mirip deana definisi pada Aristoteles, pengertian umum pada 
Socrates). Akan tetapi, ia sependapat dengan idealisme moderan yang 
mengajarklan bahwa hakekat penampakan(yang tampak) itu berwatak(kahs) 
spiritual. Ini terlihat jelas pada legenda manusia guanya yang terkenal 
itu. Pandangan ini dikembangkan oleh plotinus.[6]
Idealisme
 pertama dalam pengertian moderan adalah Berkeley yang pada abad ke-18 
menolak eksistensi benda-benada. Pada abad ke-17 sudah ada tendensi yang
 kuat menuju terbentuknya paham ini. Itu kelihatan pada “keraguan” 
Descartes menghadapi fisik. Berkeley juga digolongkan sebagai emperisis,
 bukan sebagai idealis, tetapi ia sebenarnya terletak diantara 
kedua-duanya.[7]
Kant mennyebut dirinya sebagai idelais emperis, tetapi ia sebenarnya idealis transcendental(transcendental idealist).
 Ia menyatakan bahwa ruang dan waktu adalah cara manusia memahami suatu 
objek; jadi ruang dan waktu baginya tidak eksis. Ia disebut idealis 
transendental terutama karena ia berpendapat bahwa kita dapat 
menjelaskan cara memperoleh pengetahuan baru secara a priori seperti
 didalam geometri, dan membuktikan kategori-kategori seperti subtansi 
dan sebab yang hanya padanya sains bergantung. Pandangan-pandangan ini 
selanjutnya didukung oleh antinomy-antinomi yang akan muncul bila kita 
mempermasalahkan ketakterbatasan (infiniti).[8]
Reese(1980:243) meringkaskan berbagai tipe filsafat idealisme sebagai berikut:[9]
1)     
 Schelling menamakan idealisme fichte adalah idralisme subjektif karena 
bagi fichte adalah suatu tempat memahami subjek. Solipsisme, suatu 
pandangan metafisika yang mengatakan bahwa yang dapat dipahami adalah 
diri sendiri, dapat digolongkan kedalam idealisme subjektif. Fichte, 
tokoh yang  berpendapat bahwa kemauan moral(moral will) sebagai yang utama di dalam idealisme, dianggap sebagai pendiri idealisme Jerman.
2)     
 Schalling menyebut filsafatnya pada masa pertengahan perkembangan 
pemeikirannya idealisme subjektif(objective idealis) karena menurut 
pandangannya, alam adalah sekedar “intelejensia yang dapat dilihat” 
(visible intellijence). Kalau begitu maka seluruh filosofis yang 
berusaha mengidentifikasi realitas dengan idea, rasio, atau spirit, 
seperti Berkey dan seluruh filosofis panpsikisme, dapat di golongkan 
kedalam jalur idealisme objektif.
3)      Hegel dapat menerima 
adanya penggolongan menjadi idealisme subjektif dan idealisme objektif. 
Dari sini ia mengemukakan filsafatnya tesis-antitesis, dan ia mendirikan
 alur pemikirannya semdiri yang disebutnya idealisme absolute sebagai 
sintesis tertinggi dibandingkan dengan idealisme subjektif(tesis) dan 
idealisme objektif(antitesis). Sejak Hegel mengemukakan idealisme 
absolute banyak filosofis yang menekankan pemikirannya pada yang 
absolute. Diantara tokoh idealisme absolute adalah Bradley, T.H Green, 
Bernard Bosanquest, dan Josiah Roice.
4)      Kant menyebut 
filsafatnya idealisme transendal atau idealisme kritis(critical 
idealism). Disini diajarkan bahwa isi pengalaman langsung yang kita 
peroleh bukanlah “ianya”(thing-in them selves), dan ruang dan waktu 
adalah bentuk-bentuk intuisi kita. Menurut Schalling idealisme 
transcendental Kant itu sama saja dengan idealisme objektif.
5)     
 Pendapat yang mengantakan bahwa seseorang hanya dapat kontak dengan 
idea-idea, atau pada kesempatan tertentu dengan sosok, fisik, 
kadang-kadang disebut idealisme epistimologi (epistemological 
idealisme). Bila ini kita terima, maka tokoh-tokoh berikut ini dapat 
digolongkan penganut idealealisme epistimologi, yaitu locked dan 
kebanyakan emperesis, tokoh-tokoh okasionalisme prancis, begitu juga 
dengan fenomenologisme. Oleh karena itu, pengategorian itu menyebabkan 
kebingungan karena pengategorian dari segi epistimologi ini akan 
memasukkan orang-orang yang posisi metafisikanya realisme, dualisme, 
materialisme, dan sekeptisisme kedalam satu kelompok(idealisme 
epistimologis).
Jadi, istilah idealisme itu berkembang dalam berbagai pengertian, dan berkembang menjadi berbagai spesies.
Filsafat
 abad ke-18 didominasi oleh kaum emperisis ingris, dimana Locke, 
Berkeley, dan Hume biasa dikatakan sebagai wakil mereka. Pada diri 
orang-orang ini terdapat konflik, yang sepertinya merka tidak sadari, 
antara tempramen pikiran dengan kecondongan doktrin teoretik mereka.[10]
Imanuel Kant(1724-1804)
Kant,
 pendiri Idealisme Jernan, bukanlah orang yang penting secara politis, 
meski dia menulis sejumlah esai menarik tentang pokok bahasan politik. 
Terdapat sejumlah karekteristik umum dari idealis Jerman, yang bisa 
dijelaskan sebelum sampai pada perinciannya. Dalam pemikiran Kant banyak
 dipengaruhi oleh tokoh-tokoh yang kelak ditolaknya, dan barangkali yang
 tebesar adalah yang datang dari pemikiran Humen.[11]
Di
 Jerman, reaksi terhadap agnotisme Humen muncul dalam bentuk yang lebih 
nyata dan tajam dibanding reaksi Rousseau terhadapnya. Kant, Fichte, dan
 Hegel membangun filsafat jenis baru yang ditujukan untuk mengamankan 
pengetahuan dan kebaikan dari doktrin-doktrin subversive akhir abad 
ke-18.[12]
Keritik
 pada pengetahuan, sebagai sarana mencapai simpulan filosofis, di 
tekankan oleh Kant dan diterima oleh pengikutnya. Ada penekanan yang 
dilawankan dengan materi, yang pada akhirnya mengarah pada penegasan 
bahwa hanya pikiranlah yang eksis.[13]
Di dalam buku The Critique Of Pure Reason(edisi pertama,1781) karangan terpenting Kant. Yang dimaksud Kant dalam critique
 adalah pembahasan kritik. Dalam pembahasannya ia hanya menunjukkan 
bahwa akal murni itu terbatas(pure reason). Yang dimaksudnya akal murni 
adalah akal bekerja saecara logis, katakanlah akal yang di keapala. Ia 
dalam pembahansannya meletakkan akal murni itu diatas akal tidak murni; 
akal tidak murni itu adalah indera. Pure reson itu menghasilkan
 pengetahuan yang tidak melalui indera, bebas dari penginderaan. Untuk 
mendapatkan pengetahuan itu adalah, menurut Kant, pengetahuan yang 
diperoleh melalui akal murni itu kita peroleh dari watak dan struktur 
jiwa kita yang inheren(lihat Durant, 1959;265). Jadi, cara masuknya 
pengetahuan itu adalah melalui watak dan struktur jiwa yang ada pada 
kita.[14]
Kita
 ingat John Locke; ia mengatakan bahwa seluruh pengetahuan berasal dari 
pengalaman(lihat solomon1981;108). Jadi, tidak ada lagi pengetahuan yang
 masuk lewat jalan lain. Kata Kant, pengetahuan tidak seluruhnya masuk 
lewat indera(Durant, 1959;265).[15]
Menurut
 Kant, pengertahuan yang mutlak benarnya memang tidak akan ada bila 
seluruh pengetahuan datang melalui indera. Akan tetapi bila pengetahuan 
itu datang dari luar melalui akal murni, yang tidak bergantung pada 
pengalaman, bahkan tidak bergantung pada indera, yang kebenarannya a priori.
 Kant memulainya dengan mempertanyakan apakah ada yang dapat kita 
ketahui seandainya seluruh benda dan indera dibuang. Seandainya tidak 
ada benda dan tidak ada alat pengindiera, apakah ada sesuatu yang dapat 
kita ketahui?.[16]
Menurut buku Criticue, pengalaman tidak lain adalah lapangan yang menghasilkan pengetahuan. Pengalaman mengatakan kepada kita apa-nya, bukan apa ia sesungguhnya.
 Jadi, pengalaman tidak tidak menunjukkan hakekat objek yang dialami. 
Oleh karena itu, pengalaman tidak dapat menghasilkan kebenaran umum.[17]
Di
 sini Kant mulai memperlihatkan apa yang di perjuankannya; kebenaran 
uumum harus bebas dari penalaman, harus jelas dan pasti dengan 
sendirnya(Durant, 1959;266). Maksudnya, pngetahuan yang umun, kebenaran 
yang umum, itu tetap benar, tidak peduli apa pengalaman kita tentang 
kemuidian. Bahkan kebenaran umum itu benar sekalipun belum dialami. 
Inilah kebenaran yang a priori.[18]
Di dalam buku The Critique Of Pure Reason(edisi
 pertama,1781) karangan terpenting Kant, tujuan karya ini adalah untuk 
membuktikan bahwa, kendati pengetahuan kita tak satupun yang mampu 
melampaui pengalaman. Menurutnya, bagian pengetahuan kita yang a priori(atau teoritik) tidak hanya meliputi logika, namun juga banyak hal yang tidak dimasukkan kedalam logika atau disimpulkan darinya.[19]
Namun ada bagian yang sangat terpenting dalam karyanya itu, Kant membuktikan bahwa ruang dan waktu merupakan bentuk a priori, Kant memiliki dua kelompok argument; yang pertama metafisis, yang Kedua epistimologis, atau sebagaimana ia menyebutnya, transcendental.[20]
Ada empat argument metafisis mengenai ruang waktu.[21]
1)     
 Ruang bukanlah emperik, yang diabstrakkan dari pengalaman luar, karena 
ruang dimisalkan keberadaannya dengan merujuk pada sesuatu yang 
ekternal, dan pengalaman eksternal hanya dimungkinkan melalui kehadiran 
ruang.
2)      Ruang merupkan kehadiran a priori mutlak, 
yang mendasari semua persepsi eksternal; karena kita tidak dapat 
membayangkan tentang ketiadaan ruang, kendati kita dapat membayangkan 
bahwa dalam ruang itu tidak ada apa pun.
3)      Ruang tidaklah 
diskursif dan bukan konsep umum mengenai hubungan benda secara umum, 
Karena yang ada hanyalah satu ruang, sedangkan yang biasa kita sebut 
“ruangan”hanyalah bagian-bagiannya, bukan keutuhannya.
4)      Ruang tersaji sebagai ukuran besar yang tak terhingga, yang melingkupi selulruh bagian ruang.
Argument transcendental mengenai ruang bersal dari geometri. Kant berpendapat bahwa geometri Euclidan di kenal a priori,
 kendati ia bersifat sintesis, yakni tidak bisa di tarik dari logika 
semata. Bukti geometri, menurutnya, bergantung pada angka; kita dapat 
melihat, misalnya. Bahwa, jika dua garis lurus berpotongan pada sudut 
kanan, maka hanya garis lurus pada sudut kanan menuju keduanya yang bias
 di tarik melalui titik perpotongannya.[22]
Pascal(1623-1662)
Ia
 banyak mempelajari pemikiran Agustinus(354-430) dan 
Montaigne(1533-1592). Pada tahun 1646 seluruh keluarga Pascal masuk 
mazhab Jansenisme, yaitu suatu aliran dalam agama katolik yang tanpa 
kompromi menganut teologi Agustinus dan mengingkari dunia(Edwards, Encyclopdia of Philosophy,).[23]
Ada dua cara memperoleh pengetahuan menurut pascal, Pertama dengan menggunakan akal dan kadua dengan menggunakan Hati(heart). Ia mengatakan we know truth not only by reason but more so by the heart (Edwerds, Encyclopdia of Philosophy).
 Akal dengan segala perangkatnya yang dimikinya dapat mengetahui 
aspek-askpek tertentu, tatkala akal tidak mampu menjangkau sesuatu maka 
hati dapat menyingkap hal itu.[24]
Kata
 pascal, manusia besar karena pikirannya dan kesadaran refleksinya. 
Tetapi, katanya lagi, ada hal-hal yang tidak mungkin dapat dijangkau 
oleh pikiran manusia, yaitu pikiran manusia itu sendiri.
Manusia 
menurut pascal, adalah mahluk yang rumit dan kaya dengan variasi serta 
mudah berubah. Karena itu metematika tidak akan mampu menjadi alat untuk
 memahami manusia. Ia juga menganggap pikiran dan logika serta 
metafisika tidak mungkin dapat dijadikan alat untuk memahami manusia. 
Baginya, alat-alat itu hanya dapat untuk memahami objek-objek yang 
beblas kontradiksi, yaitu yang memililki sifat yang konsisten. Sedangkan
 manusi adalah mahluk yang penuh kontradiksi.[25]
Karena
 keidak mampuan filsafat dan alat-alat lain uantuk memahami manusia, 
maka satu-satunya  jalan memahami manusia, kata pascal, ialah melalui 
agama. [26]
Pengetahuan
 tentang agama memang rumit. Pascal menganggap bahwa unsur-unsur pokok 
agama adalah kesamaran-kesamaran dan kita tidak mampu menangkapnya 
secara keseluruhan. Pandangan Pascal ini sama dengan Kierkegaard tatkala
 dia mengatakan bahwa kehidupan religious adalah kehidupan yang sangat 
paradoks. Bagi Kierkegaard usaha untuk memehami paradoks itu hanya akan 
menghasilkan pengingkaran dan penghancuran kehidupan religious(Cassirer,
 1990;109). Filsafat, kata pascal, dapat melakukan apa saja, tetapi 
hasilnya tidak sempurna. Kesempurnaan itu ada pada iman. Sehebat apapun 
manusia berfikir ia tidak akan memperoleh kepuasan karena memang manusia
 memiliki logika yang kemampuannya itu melampaui logika itu 
sendiri(Hastings, Encyclopdia of Philosophy).[27]
Berkenaan
 dengan usaha mencari Tuhan, Pascal tidak menggunakan argument 
metafisika, karena disamping tidak termasuk bidang geometri, juga tidak 
memiliki pengaruh apa-apa terhadap keimanan seseorang. Pascal menafikkan
 metafisika dan solusinya ialah “kembalikan persoalan ketuhanan kepada 
jiwa”.[28]
Kesimpulan filsafat Pascal antara lain ialah sebagai berikut;
1)      Pengetahuan diperoleh melalui dua jalan, yaitu akal(reason) dan hati(heart).
2)      Hati memiliki logika tersendiri;
3)     
 Unsure terpenting dalam manusia ia kontradiksi; satu-satunya jalan 
memahami manusia adalah jalan agama;npengetahuan-pengetahuan rasional 
tidak mampu menyingkap manusia, pengetahuan rasional itu hanya mampu 
menagkap objek-objek yang bebas dari kontrafiksi;
4)      Tuhan juga tidak dapat dipahami melalui argument metafisika, Tuhan hanya dapat dipahami melalui hati.
Filosof
 yang dapat digolonkan sebagai filosofis idealis ternyata cukup 
banyak(setelah Kant-Paschal). Berikut ini diuraikan tiga tokoh penting 
dalam filsafat idealisme objektif yaitu; fichte, Schelling, dan Hegel.
Fichte (1762-1824)
Johan
 Gottlieb Fichte adalah filosof jerman. Idealis etis fichte diringkaskan
 dalam pernyataan bahwa dunia aktual hanya dapat dipahami sebagai bahan 
tugas-tugas kita. Oleh karena itu, filsafat bagi fichte adalah filsafat 
hidup yang terletak pada pemilihan antara moral idealisme dan moral 
materialisme. Subtansi materialisme menurut fichte adalah naluri, 
kenikmatan yang tak bertanggung jawab, bergantung pada keadaan , 
sedangkan idealisme ialah kehidupan yang bergantung pada diri sendiri.[29]
Bagi
 seorang idealis, hukum moral ialah setiap tindakan harus merupakan 
langkah yang menuju kesempurnaan spiritual. Itu hanya dapat dicapai pada
 masyarakat yang anggota-anggotanya  yang bebas merealisasi diri mereka 
dalam kerja untuk masyarakat. Pada tingkatan yang lebih tinggi, keimanan
 dan harapan manusia muncul pada kasih Tuhan.[30]
Menurut Fichte, dasar realitas adalah kenyataan; kenauan inilah thing-in itself-nya
 manusia. Penampakan, menurut pandangannya adalah sesuatu yang ditanam 
Roh Absolut sebagai penampakan kemauannya, Roh Absolut adalah sesuatu 
yang berada di belakang kita; itu adalah Tuhan pada Spinoza.[31]
Filsafat
 menurut fichte haruslah dideduksikan dari satu prinsip. Ini sudah 
mencukupi untuk memenuhi tuntutan pemikiran, moral, bahkan seluruh 
kebutuhan manusia. Prinsip yang dimaksud ada di dalam etika; bukan 
teori, melainkan prakteklah yang menjadi pusat yang disekitarnya 
kehidupan diatur. Unsur esensial dalam pengalaman adalah tindakan, bukan
 fakta.[32]
Menurut
 Fichte, dasar kepribadian adalah kemauan; bukan kemauan irasional pada 
Schopenhauer, melainkan kemauan yang dikontrol oleh kesadaran bahwa 
kebebasan di peroleh hanya denagn melalui kepatuhan pada peraturan. 
Kehidupan moral adalah kehidupan usaha. Manusia dihadapkan pada 
rintangan-rintangan, dan manusia digerakkan oleh rasa wajib bahwa ia 
berutang pada aturan moral umum yang memungkinkannya mampu memilih yang 
baik.[33]
Schelling (1775-1854)
Friedrich
 Wilhelm Joshep Achelling adalah filosofis isealis jerman muda yang 
sudah mencapai kematangan sebagai filosof pada waktu itu. Dia adalah 
filosof idealis jerman yang telah meletakkan dasar-dasar pemikiran bagi 
perkembangan idealisme Hegal, schelling adalah idealis jerman yang 
terbesar. Pemikirannya pun merupakan mata rantai antara Fichte dan 
Hegel.[34]
Seperti
 Fechte, schalling mula-mula berusaha menggambarkan jalan yang intelek 
dalam proses mengetahui, semacam epistimologi. Fichte memandang alam 
semesta sebagai lapangan lapangan tugas manusia dan sebagai basis 
kebebasan moral, Schalling membahas realitas lebih objektif dan 
menyiapkan jalan bagi idealisme olut Hegal. [35]
Dalam
 pandangan Schalling, realitas adalah identik dengan gerakan pemikiran 
yang berevolusi secara dialektis. Akan tetapi ia berbeda dalam segala 
hal dengan Hegel. Pada Schalliang, juga pada Hegel, realitas adalah 
proses revolusi dunia menuju sosialisasinya berupa suatu eksresi 
kebenaran terakhir.[36]
Dalam
 rasionalisme, Schalling membantah dan mengkritik semua bntuk paham 
rasionalisme. Yaitu ketika dia memandang alam ini, katanya, tidak dapat 
dibayangkan system rasional. Dan semnjak Tahun 1809 ia berusaha 
mengembangkan paham metafisika emperisme. Disini ia memperlihatkan bahwa
 sulsunan rasionalisme adalah konstur hiipotesis, yang memerlukan 
pembuktian nyata, baik pada alam maupun pada sejarah. Ia juga 
menambahakan bahwa kategori agana pada akhinya merupuiakan pernyataan 
yang lebih berarti dari pada relaitas yang lain[37]
Reese(1980;511)
 menyatakan bahwa filsafat schalling berkembang melalui lima tahap. (1) 
idealisme subjektif. Pada tahap ini ia mengikuti pemikiran fichte. (2) 
filsafat alam. Pada tahap ini ia menerapkan prinsip atraksi dan repulse 
dalam berbagai problem filsafat dan sains. (3) idealism transendental 
atau idealism objektif. Filsafat alanm dilengklapi oleh suatu kesadaran 
absolut yang perkembangannya merupakan wahyu yang absolute dalalam 
sejarah. Filsafatnya tentang seni memperlihatkan pendapatnya itu. Ia 
menyatakan bahea seni merupakan kesatuan antara subjektif dan objektif, 
roh dan alam. Tragedy dipandang sebagai tubrujan antara suatu keharusan 
dengan kebebasan, sidamaikan oleh kesediaan menerima hukuman secara 
jantan. Hukuman itu memperlihatkjan kesediaan kita menerilma realitas 
dan idealitas. (4) filsafat identitas. Yang absolute itu pada tahap  ini
 menjadi lebih penting kedudukannya, sipandang sebagai identitas semua 
individu isi alam. (5) fi;safat positif. Pada tahap terakhir ini 
pemikirannya menekankan nilai mitologi dan mengakui perbedaan yang jelas
 antara Tuhan dan alam semesta. Pada tahap ini ia mengikuti sebagian 
pemikiran Jacob Boehme dan Neo-Platonisme.[38]
Di
 dalam filsafat mitosnya, Schalling berpendapat bahwa mitos harus 
dipahami dari alam. Mitos itu mempunyai hukumnya sendiri, keharusannya 
sendiri, dan realitasnya sendiri. Lebih jauh ia berpendapat bahwa 
sejarah seseorang ditentukan oleh mitosnya. Suatu mitos yang telah 
diterima merupakan ukuran potensi murni kreatif pada orang tersebut. 
Alam, sepertihalnya manusia, menjalani suatu perkembangan mitologis.[39]
Di
 dalam priode mitosnya yang terakhir, Yang absolute itu menjadi “kemauan
 primitive Tuhan berevolusi melalui diri-diri trinitas; ini terori 
tambahan terhadap perkembangan trinitas.[40]
Hegel (1770-1831)
Ialah
 puncak gerakan filsafat jerman yang berawal dari Kant; walaupun ia 
sering mengkeritik Kant, system filsafatnya tidak akan pernah muncul 
kalau tidak ada Kant. Pengaruhnya, kendati kini surut, sangat besar, 
tidak hanya atau terutama di Jerman. Pada akhir abad kesembilan belas, 
para filusuf akademik terkemuka, baik di Amerika maupun Britina Raya, 
sangat bercorak Hegelian. Marx, seperti yang kita ketahui, ialah murid 
Hegel semasa mudanya, dan dalam system filsafatnya yang terakhir ia 
masih mempertahankkan beberapa corak Hegelian.[41]
Filosof
 Ameika, M. R. Cohen, menyebut Hegel sebagai filosof terbesar abad 
ke-19. Kalau melihat pengaruhnya pada Marx saja agaknya penyataaan Cohen
 itu cukup beralasan. Dalam pengantar bukunya, Das Kapital edisi kedua, marx mengatakan bahwa dirinya adalahl murid Hegel sekalipun “dialektika saya berlawanan dengan dialektika Hegel”. [42]
Masalah
 pokok yang hendak dicari Hegel jawabannya muncul dari suasana 
perpecahan keyakinan keristen dan penuhanan akal sebagaiman muncul dalam
 revolulsi Prancis 1789. Ini adalah masalah nasib manusia, masalah 
kebermknaan eksistensi manusia. Hegel berusaha membuat jawaban dengan 
menggunakan istilah-istilah secular. Hegel menghubungi nenek moyangnya 
orang Yunani, untuk meminta pertolongan mencari jawaban jawaban atas 
persoalan dasar itu. Di dalam bukunya, Histoyi Of Pihlosophy,  
ia mengatakan, “Aristoteles adalah tokoh Yunani yang paling penting 
dipelajari; pada Plato kita memperoleh prinsip-prinsip umum yang 
abstrak; pada Aristoteles pemikiran itu sudah menjdi pemikiran yang 
kongkrit.” [43]
Pusat
 filsafat Hegel ialah konsep Geist (roh, spirit,) suatu istilah yang 
diilhami oleh agamanya. Istilah ini agak sulit dipahami. Roh dalam 
pandangan Hegel adalah sesuatu yang real, kongkrit, kekuatan yang 
objektif, menjelma dalam berbagai bentuk sebagai World of Spirit(dunia
 Roh) yang menempat kedalam objek-objek khusus. Di dalam kesadaran diri,
 roh itu merupakan esensi manusia dan juga esensi sejarah manusia. [44]
Bagian
 metafisikanya ini dimulai dari penmbahasan tentang rasio. Bertens 
(1979;68) menjelaskan bahwa Hegel sangat mementingkan rasio. Tentu saja 
karena ia seorang Idealis. Yang dimaksud olehnya bukan saja rasio pada 
manusia perseorangan, tapi terutama rasio pada subjek absolute kerena 
Hegel juga menerima prinsip idealistic bahwa realita seluruhnya harus di
 setarfkan dengan suatu subjek. Dalil hegel yang kemudian terkenal  
berbunyi;
“Semua yang real bersifat rasional dan semua yang 
rasional bersifat real.” Maksudnya, luasnya rasio sama dengan luasnya 
relaitas. Realitas seluruhnya adalah proses pemikiran(idea, menurut 
istilah Hegel) yang memikirkan dirinya sendiri. Atau dengan perkataan 
Hegel lyang lain, realita seluruhnya adalah Roh yang lambat 
laun menjadi sadar akan dirinya. Dengan mementingkan rasio, Hegel 
sengaja beraksi terhadap kecendrungan intelektual ketika itu yang 
mencurigai sambil mkengutamakan perasaan.[45]
Hegel
 menegaskan bahwa yang nyata adalalh rasional, dan yang rasional adalah 
nyata. Namun ketika ia mengatakan hal ini ia tidak memaksudkan “yang 
nyata” itu sebagai apa yang menurut para emperisis dipandang nyata. Ia 
mengakui, bahkan meyakinkan, bahwa apa yang bagi emperisis terlihat 
sebagai fakta adalah, dan pasti, tidak rasional; ini hanya setelah 
karakter yang terlihat pada fakta itu dijelmakan memandang 
karakter-karakter itu sebagai aspek-aspek dari keseluruhan sehingga 
terlihat rasional. Sekalipun begitu, identifikasi terhadap yang nyata 
dan yang rasional itu tentu menimbulkan beberapa kepuasan yang tak biasa
 dipiiisahkan keyakinan bahwa “apa saja yang berada (is), adalah benar”. [46]
Ada
 dua hal membuat Hegel berbeda dengan orang-orang yang memiliki 
metafisis yang kurang lebih mirip dengannya. Salah satunya adalah 
penekanan pada logika; Hegel memandang bahwa hakekat realitas bias 
dideduksi dari pertimbangan tunggal bahwa realitas harus tidak 
kontradiktif diri. Corak pembeda lainnya (yang terkait erat dengan yang 
pertama) adalah gerakan tritungal yang disebut “dialektik”. Bukunya yang
 terpenting adalah dua logic, dan loginya ini harus diphami jika alas 
an-alasan bagi pandangan-pandangannya tentang subyek-subyek yang lain 
hendak dipahami dengan benar.[47]
Logika,
 menurt pemahaman Hegel, dinyatakan sebagai hal yang sama denga 
metafisika; ini berbeda denga apa yang biasanya disebut logika. 
Pandangannya adalah bahwa segala predikat biasa, jika diterima sebagai 
sesuatu yang memungkinkan keutuhan Realitas, menghasilkan kontra diktif 
diri. Untuk contoh kasar, kita bias mengambil teori Permides bahwa Yang 
Esa, yang dia sendirian adalah nyata, itu bersifat bulat. Tidak ada yang
 bisa bulat kecuali yang memiliki garis batas, dan tidak ada yang bisa 
memiliki garis batas kecuali ada sesuatu (atau sekurang-kuranmgnya ruang
 hampa) diluarnya. Oleh sebab itu menganggap alam semesta sebagai 
kaseluruhan yang bulat adalah kontradiktif diri. (argument ini bisa 
dipersoalkan dengan membawanya kedalam geometri Non-Euklides, tetapi 
argument ini berfungsi sebagai ilustrasi.) atau mari kita ambil 
iliustrasi lain, tanpa kontradiksi yang terlihat, bahwa pak Ali ialah 
seorang paman; namun kalau anda mengatakan bahwa alam semesta adalah 
seorang paman, anda akan menceburkan diri sendiri kedalalm beberapa 
kesulitan. Paman adalah orang yang memiliki kemenakan, dan kemenakan 
ialah orang terpisah dari paman; oleh sebab itu, seorang paman tidak 
bisa menjadi Realitas seutuhya.[48]
Konsep
 filsafat Hegel seluruhnya Historis dan  Relatif. Karena juga 
dipengaruhi oleh pandangan-pandangan Antropologi dan Sosiologi modern, 
relativismenya cukup menonjol. Ia mengatakan bahwa apa yang benar ialah 
perubahan. Kunci filsafat hegel terletak pada pandangannya tentang 
sejarah. Sejarah, menurut Hegel, mengikuti jiwa dialektik.[49]
Untuk
 menjelaskan filsafatnya, hegel menggunakan Diaektika sebagai metode. 
Namun, dialektika itu bukanlah sekedar digunakan untuk menjelaskan. 
Lebih luas dari itu, menurut Hegel, dalam realitas ini berlangsung 
dialektika. Dealektika yang berlangsung dalam realitas itu diungkapkan 
oleh Hegel dalam filsafatnya. Yang dimaksud oleh Hegel dengan dialektika
 ialah mendamaikan. Mengompromikan hal-hal yang 
berlawanan(Bertens,1979;68).[50]
Proses dialektika selalu terdiri atas tiga fase. Fase pertama(tesis) dihadapi (antithesis) Fase kedua,
 dan akhirnya timbul fase ketiga(sintesis). Dalam sintesis itu, tesis 
dan antithesis menghilang. Dapat juga tidak menghilang ia masih ada, 
tetapi sudah diangkat pada tingkat yang lebih tinggi. Proses ini 
berlangsung terus. Sintesis segera menjadi tesis baru, dihadapi oleh 
antithesis baru, dan menghasilkan sintesis baru. Dan sintesis baru ini 
segera pula menjadi tesis baru lagi, dan seterusnya.[51]
REFERENSI
- Russell Bertrand. Sejarah Filasalfat Barat LTD., London, 1946.
 - Tafsir Ach. Filsafat Umum. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung. Ibid. Cet. I. 2003
 - Bagus Lorens. Kamus Filsafat. Ed.I Jakarta; Gramedia.
 
[1] Kamus Filsafat. Lorens Bagus. Ed.I Jakarta; gramedia. Hal 300
[2] Ibid. Hal. 619
[3] filsafat Umum. Ach. Tafsir. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung hal. 144. Cet. I. 2003
[4] ibid hal 144
[5] ibid.
[6] ibid
[7] Ibid
[8] filsafat Umum. Ach. Tafsir. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung hal. 145. Cet. I. 2003
[9] ibid. hal. 146
[10] Sejarah Filasalfat Barat. Bertrand Russell. LTD., London, 1946. Hal. 916
[11] Ibid
[12] Ibid. hal 919
[13] Ibid
[14] filsafat Umum. Ach. Tafsir. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung hal. 147. Cet. I. 2003. Hal 160
[15] Ibid. hal 160
[16] Ibid.
[17] Ibid
[18] Ibid
[19] Sejarah Filasalfat Barat. Bertrand Russell. LTD., London, 1946. Hal. 916
[20] Ibid. hal 930
[21] Sejarah Filasalfat Barat. Bertrand Russell. LTD., London, 1946. Hal. 930
[22] Ibid. hal 931
[23] filsafat Umum. Ach. Tafsir. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung hal. 147. Cet. I. 2003. Hal. 154
[24] Ibid. hal. 155
[25] filsafat Umum. Ach. Tafsir. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung hal. 147. Cet. I. 2003. Hal. 155
[26] Ibid. hal. 155
[27] Ibid. hal. 156
[28] ibid
[29] Ibid 147
[30] ibid
[31] ibid
[32] ibid
[33] filsafat Umum. Ach. Tafsir. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung hal. 147. Cet. I. 2003
[34] ibid. hal 149
[35] ibid. hal. 150
[36] Ibid
[37] Ibid
[38] Ibid. hal 151
[39] Ibid
[40] Ibid
[41] Sejarah Filasalfat Barat. Bertrand Russell. LTD., London, 1946. Hal. 951
[42] Filsafat Umum. Ach. Tafsir. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.  hal. 152. Cet. I. 2003
[43] Filsafat Umum. Ach. Tafsir. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.  Ibid. Cet. I. 2003
[44] Ibid
[45] Ibid
[46] Sejarah Filasalfat Barat. Bertrand Russell. LTD., London, 1946. Hal. 952
[47] ibid
[48] Sejarah Filasalfat Barat. Bertrand Russell. LTD., London, 1946. Hal. 954
[49] Filsafat Umum. Ach. Tafsir. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.  hal. 153. Cet. I. 2003
[50] Ibid.
[51] Ibid.


0 comments:
Post a Comment
Silahkan Tinggalkan komentar kamu