Chat

UMAR BIN KHATAB

Oleh: Safarianto, M idris yusuf, Mahmud
Pendahuluan
Segala puji bagi Allah Rabb semesta ‘Alam, Dialah yang maha pemberi petunjuk, siapa yang telah diberi petunjuk, maka tidak seorang pun yang sanggup menyesatkannya dan begutu pula sebaliknya Siapa yang disesatkan Allah, maka Tidak ada yang sanggup memberi petunjuk.

Dalam makalah ini kami akan membahas masa pemerintahan dan penaklukan-penaklukan yang dilakukan oleh Kalifah kedua dari kepemerintahan Khulafaurrosyidin (Para ‘ulama sepakat bahwa Khulafaurrosyidin adalah: Abu bakar, umar,Utsman dan ‘Ali). Beliou adalah Umar bin Khatab bin Nufail bin Abdil Uzza, bin Ribaah bin Abdullah bin Qaath bin Raza’ah bin ‘Adi bin Ka’ab. Ibunya ialah Hantamah binti Hasyim bin al Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhjum Umar termasuk bangsawan Qurais. Di zaman jahiliah dialah yang senantiasa diutus keluar negeri untuk urusan siasat. Dialah yang kerap kali dikirim menjadi orang perantaraan. Bila sekiranya terpaksa bertanding kemegahan dan kemuliaan, dia sanggup melakukan untuk kabilahnya.
Selama pemerintahan Umar, kekuasaan Islam tumbuh dengan sangat pesat. Islam mengambil alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa kekaisaran Sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium).
Sejarah mencatat banyak pertempuran besar yang menjadi awal penaklukan ini. Pada pertempuran Yarmuk, yang terjadi di dekat Damaskus pada tahun 636, 20 ribu pasukan Islam mengalahkan pasukan Romawi yang mencapai 70 ribu dan mengakhiri kekuasaan Romawi di Asia Kecil bagian selatan. Pasukan Islam lainnya dalam jumlah kecil mendapatkan kemenangan atas pasukan Persia dalam jumlah yang lebih besar pada pertempuran Qadisiyyah (th 636), di dekat sungai Eufrat. Pada pertempuran itu, jenderal pasukan Islam yakni Sa`ad bin Abi Waqqas mengalahkan pasukan Sassanid dan berhasil membunuh jenderal Persia yang terkenal, Rustam Farrukhzad.
Pada tahun 637, setelah pengepungan yang lama terhadap Yerusalem, pasukan Islam akhirnya mengambil alih kota tersebut. Umar diberikan kunci untuk memasuki kota oleh pendeta Sophronius dan diundang untuk shalat di dalam gereja (Church of the Holy Sepulchre). Umar memilih untuk shalat ditempat lain agar tidak membahayakan gereja tersebut. 55 tahun kemudian, Masjid Umar didirikan ditempat ia shalat.
Umar melakukan banyak reformasi secara administratif dan mengontrol dari dekat kebijakan publik, termasuk membangun sistem administratif untuk daerah yang baru ditaklukkan. Ia juga memerintahkan diselenggarakannya sensus di seluruh wilayah kekuasaan Islam. Tahun 638, ia memerintahkan untuk memperluas dan merenovasi Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Medinah. Ia juga memulai proses kodifikasi hukum Islam.
Umar dikenal dari gaya hidupnya yang sederhana, Alih-alih mengadopsi gaya hidup dan penampilan para penguasa di Zaman itu, Ia tetap hidup sebagaimana saat para pemeluk Islam masih miskin dan dianiaya.
Pada sekitar tahun ke 17 Hijriah, tahun ke-empat kekhalifahannya, Umar mengeluarkan keputusan bahwa penanggalan Islam hendaknya mulai dihitung saat peristiwa hijrah.
Perpindahan Khalifah
Abu Bakar tidak sampai tiga tahun menjabat sebagai khalifah yang pertama. Ketika merasa ajalnya semakin mendekat, padahal waktu itu futuhat islamiyah (perang pembebasan Islam) telah meluas ke luar jazirah Arab, Abu Bakar yang khawatir persatuan umat Islam akan pecah, Beliou memanggil para shahabat, terutama orang-orang yang memiliki kualifikasi permusyawaratan (ahlul halli wal ‘aqdi) untuk mencari calon terbaik untuk  menggantikan dirinya sebagai khalifah.[1]
Abu Bakar memperhatikan para sahabatnya untuk dipilih, siapa di antara mereka seorang laki-laki yang tegas tapi tidak kejam dan lembut tetapi tidak lemah. Kemudia dia mendapatkan di antara meraka sebagai orang yang memiliki sifat-sifat yang menjadi kriteria pilihannya adalah satu di antara Umar bin Khathtab dan Ali bin Abu Thalib.
Ketika pilihannya jatuh pada Umar, ia pun mengundang para shahabat untuk musyawarah seputar pilihananya. Kemudia Abdurrahman bin ‘Auf bertanya: “Kemukakanlah kepadaku tentang Umar bin Khathtab! Berkatalah Abu Bakar: Tidak semata-mata kalian menyatakan tentang sesuatu melainkan engkau lebih mengetahui dari pada aku”. Kemudian Abu Bakar menyambung perkataannya : “Dia adalah seorang yang berhati lembut”. Abdurrahman berkata: “Demi Allah! Dia lebih utama dari yang engkau kira, tetapi di samping itu dia juga keras. Abu Bakar berkata: hal itu karena yang tampak dalam penilaianku lembut sehingga bila urusan diserahkan kepadanya niscaya ia akan memebiarkan banyak hal apa adanya”. Kemudian Abu Bakar mengundang Utsman dan berkata: “Beritakanlah padaku penilaianmu terhadap Umar”! Dia berkata:”seperti engkau telah mengemukakan kepada kami”. Abu Bakar berkata: “Seperti itu juga pendapatmu wahai Abu Abdullah? Coba kemukakan pendapatmu tentang Umar”! Utsman menjawab: “sungguh pengetahuanku bahwa hatinya lebih baik dari apa yang ditampakkan oleh tingkah laku perbuatan anggota badannya. Ditengah kita ia tidak ada duanya”, selanjutnya Abu Bakar bertanya kepada Asid bin Hudhair Al-Anshari[2] dan dia menjawab: “Sungguh dia adalah orang yang baik setelah engkau, dia orang yang ridho karena Allah dan dia benci karena Allah. Apa yang tersembunyi dari dirinya lebih baik dari apa yang dia tampakkan. Tidak ada orang yang lebih berhak menjadi pemimpin selain dia”. Abu Bakar telah mengajak musyawarah Sa’id bin Zaid dan yang lainnya dari kalangan Muhajirin dan Anshar seputar Umar dan semua menyanjungnya.[3]
Dalam sebuah riwayat oleh at-Thabiri, dikisahkan bahwa Abu Bakar pertama memanggil Abdurrahman bin Auf dan bertanya, ‘’Apa pendapatmu tentang Umar?’’. Atas pertanyaan tersebut Abdurrahman bin Auf menjawab, ‘’Wahai khalifah Rasulullah, dia adalah laki-laki terbaik yang terlihat.’’ Waktu pertanyaan yang sama diajukan kepada Usman bin Affan, beliau menjawab, ‘’Demi Allah, yang aku tahu sisi dalamnya lebih baik dari penampilan luarnya, dan bahwasanya tidak ada di antara kami yang menyamainya’’. Dari sahabat-sahabat lain Abu Bakar juga mendapat jawaban bahwa Umar bin Khattab adalah calon khalifah yang paling tepat.[4]
Setelah itu, Abu Bakar pun memanggil Utsman bin Affan untuk menuliskan bahwa Umur adalah pengganti dirinya nanti. Berikut ini adalah teks pernyataannya:
Bismillahirrahmanirrahim. Ini adalah pernyataan Abu Bakar, khalifah, penerus, kepemimpinan Muhammad Rasulullah saw. Saat ia mengakhiri kehidupannya di dunia dan saat ia memulai kehidupannya di akhirat. Dalam keadaan yang dipercayai oleh orang kafir dan ditakuti oleh orang durhaka, sesungguhnya aku mengangkat Umar bin Khathtab sebagai pemimpin kalian; Bahwasannya ia adalah pemimpin yang baik dan adil. Hal ini sejauh pengetahuan dan penilain diriku tentang dia. Bilamana dikemudian hari dia orang yang pendurhaka dan zhalim, sungguh aku tidak pernah tahu akan hal yang bersifat ghaib. Sungguh aku bermaksud baik dan segala sesuatu tergantung atas apa yang dilakukan[5]:
Dan orang-orang yang zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali". (Q.S. 26: 227).[6]
Tipe Pemerintahan
Bagaimana Nabi mengetahui politik luar negerinya. Beliau telah mengirim beberapa surat dan utusan kepada para raja dan Amir (Gubernur) untuk menyeru mereka agar mengesakan Allah dan beriman kepada risalah yang diembannya. Beliau telah memerangi orang-orang Ghassani yang tunduk di bawah ٌRomawi diperbatasan negeri Syam saat mereka menghina da’wah, bertindak aniaya kepada para utusan, serta memburu para sahabat beliau.  
Para khalifah yang berkuasa setelah wafatnya Rasulullah saw memahami betul bagaimana kebijakan politik luar negeri berdasarkan Islam. Semenjak Rasulullah Saw membangun Daulah di Madinah, kemudian diteruskan oleh Khulafaur Rasyidin, Bani Umayyah, Bani Abassiyah hingga Bani Utsmaniyah, kebijakan politik ini secara konsisten dijalankan.
Keberhasilan pelaksanaan kebijakan politik luar negeri Islam sungguh sangat spektakular. Ini bisa dilihat dari luas ranah kekuasaannya dari masa ke masa. Keberhasilan futuhat ini digambarkan oleh Gibbon, penulis Inggris terkemuka dengan ungkapan :
“Penyebarluasan Islam tidaklah tertandingi dan mereka sampai menghadap kepulauan Inggris. Kekuatan daulah Islam (Khilafah) tinggal berjarak 250 mil dari tebing karang putih Dover. Kalau bukan karena beberapa hal dan tidak ada terusan Inggris, tentu Inggris sudah menjadi bagian dari daulah Islam. Dan Al-Qur’an serta bahasa Arab akan diajarkan di Oxford” .
Insya Allah akan datang masanya ...
Buah yang bisa dirasakan secara langsung dari keberhasilan politik luar negeri adalah banyak dan tersebarnya kaum muslimin yang berjumlah mencapai 1,9 miliar orang. Disini kita bisa merenung sejenak, bagaimana orang-orang tua kita bisa mengenal dan memeluk ajaran Islam. Bagaimana risalah itu sampai kepada mereka. Bila mereka tidak hidup dalam kurun yang sama dengan Rasulullah saw, lantas bagaimana mereka mendapatkan informasi tentang Islam ? Jawabannya adalah jihad.
Telah terungkap berbagai futuhat (pembebasan) yang dilakukan oleh pasukan-pasukan Muslim di bawah komando seorang Khalifah. Sebelumnya Rasulullah saw melakukan hal serupa. Satu demi satu wilayah dikuasai (baca: dibebaskan). Wilayah pertama yang berhasil dibebaskan oleh kaum Muslim adalah Irak, yang dihuni oleh campuran bangsa Arab dan Persia pemeluk agama Kristen, Mazdakkya, dan Zoroaster. Selanjutnya, Imperium Persia yang dihuni oleh penganut Zoroaster, Yahudi dan Kristen. Kemudian Syam, sebuah koloni Romawi yang didominasi oleh budaya Romawi dan agama Kristen. Orang-orang keturunan Suriah, Armenia, Yahudi, Arab dan sebagian kecil bangsa Romawi tinggal di wilayah tersebut. Mesir ditaklukkan tidak lama kemudian. Mesir dihuni oleh orang-orang Koptik, Yahudi dan Romawi. Tidak lama kemudian menyusul wilayah-wilayah di Afrika Utara. Wilayah yang dihuni bangsa Berber terebut sebelumnya berada di bawah kekuasaan Romawi. Setelah Bani Umayyah berkuasa, kaum Muslim berhasil menaklukkan wilayah Sindh, Khawarizmi, dan Samarkand serta menjadikan wilayah-wilayah tersebut sebagai bagian dari negara Islam. Andalusia berhasil ditaklukkan kemudian, dan menjadi bagian dari negara Khilafah[7].
Seperti hubungannya dengan khalifah Abu Bakar, dimasa pemerintahan Umar bin Khathab tidak jauh berbeda. Ketika Umar memangku jabatan kekhalifahan, ia meminta Ali menjadai penasehatnya, dan tugas yang diserahkan kepadanya adalah bidang hukum, suatu kedudukan tinggi yang sangat mulia dan dihormati. Seperti kata Umar, “di antara kita Ali adalah orang yang paling mengerti soal hukum dan dapat membuat keputusan”. [8]
Dalam berbagai hal Umar ra. Memang banyak meminta pendapat Ali, terutama dalam menghadapi masalah-masalah hukum fikih yang sulit dan kebijakan pemerintahannya. Banyak masalah pelik yang dihadapinya, sebelum ia mengambil keputusan, terlebih dahulu berkonsultasi dengan Ali.[9]

Pembentukan Administrasi Negara Dan Pendistribusian
Berita-berita angkatan senjatanya di Iraq dan Syam menyita banyak waktu dan perhatiannya. Segala tindak-tanduk para pejabat dari berbagai daerah kedaulatannya menjadi pokok perhatian dan pikirannya. disamping itu, kepentingan rakyat di Madinah menambah rumit dan komplek dengan bertambahnya jumlah penduduk, serta kekayaan yang masuk. Usaha pembebasan  dan penaklukan yang terus maju serta segala yang harus diselesaikan sehubungan dengan administrasi negeri-negeri yang baru dikuasai memaksanya harus menulis, sebab itu ia harus mengangkat beberapa pembantu yang dapat mengantur secara terpisah antara kepentingan perorangan dan kepentingan Negara. [10]

Pengangkatan Para Hakim
Dalam hal ini, yang pertama kali dilakukannya ialah memisahkan kekuasaan yudikatif di Madinah dari kekuasaannya kemudian ia membentuk pada setiap daerah seperti Abu Darda’ di Madinah, Syuraih di Kufah, Abu Musa al-Asy’ari di Bashrah, Quais bin al-Ash di Mesir[11].
Pembentukan Lembaga Keuangan dan Pemberian Tunjangan
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Haikal husen ia mengutip dari beberapa sumber bahwa dibentuknya lembaga keuangan berawal dari sekembalinya abu hurairah dari Bahrain dengan membawa uang Lima ratus ribu Dirham. Umar terkejut, sehingga ia memerintahkan Abu Hurairah untuk pulang dan tidur sebab umar menyangka ia telah mengantuk sebab uang itu terlalu banyak bagi Umar, tidak mungkin ada pada Abu Hurairah. Namun keesokan harinya Abu Hurairah mengumumkan bahwa apa yang dikatakannya adalah benar sehingga Umar pun percaya dan melihat Uang yang dimaksud. Disebutakan bahwa untuk mengelola uang tersebut, Umar telah mengadakan musyawarah agar dibentuknya lembaga keuangan dan tunjangan bagi yang ikut berperang dan para pejabat negara.[12]

Futuhat Pada Masa khalifah Umar bin Khathtab
Sepuluh tahun kepemimpinan Umar itulah, penaklukan-penaklukan penting dilakukan Oleh orang Arab (Islam). Tidak lama sesudah `Umar memegang tampuk kekuasaan sebagai khalifah, pasukan Arab menduduki Suriah dan Palestina, yang kala itu menjadi bagian Kekaisaran Byzantium. Dalam pertempuran Yarmuk (636), pasukan Arab berhasil memukul habis kekuatan Byzantium. Damaskus jatuh pada tahun itu juga, dan Darussalam menyerah dua tahun kemudian. Menjelang tahun 641, pasukan Arab telah menguasai seluruh Palestina dan Suriah, dan terus menerjang maju ke daerah yang kini bernama Turki. Tahun 639, pasukan Arab menyerbu Mesir yang juga saat itu di bawah kekuasaan Byzantium. Dalam tempo tiga tahun, penaklukan Mesir diselesaikan dengan sempurna.
Penyerangan Arab terhadap Irak yang saat itu berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Persia telah mulai bahkan sebelum `Umar naik jadi khalifah. Kunci kemenangan Arab terletak pada pertempuran Qadisiyah tahun 637, terjadi di masa kekhalifahan `Umar. Menjelang tahun 641, seseluruh Irak sudah berada di bawah pengawasan Arab (Islam). Dan bukan cuma itu: pasukan Arab bahkan menyerbu langsung Persia dan dalam pertempuran Nehavend (642) mereka secara menentukan mengalahkan sisa terakhir kekuatan Persia. Menjelang wafatnya `Umar di tahun 644, sebagian besar daerah barat Iran sudah terkuasai sepenuhnya. Gerakan ini tidak berhenti tatkala `Umar wafat. Di bagian timur mereka dengan cepat menaklukkan Persia dan bagian barat mereka mendesak terus dengan pasukan menyeberang Afrika Utara.[13]
Sama pentingnya dengan makna penaklukan-penaklukan yang dilakukan Umar adalah kepermanenan dan kemantapan pemerintahannya. Iran, kendati penduduknya masuk Islam, berbarengan dengan itu mereka memperoleh kemerdekaannya dari pemerintahan Arab. Tetapi Suriah, Irak dan Mesir tidak pernah memperoleh hal serupa. Negeri-negeri itu seluruhnya di-Arabkan hingga saat kini. Umar sudah barangtentu punya rencana apa yang harus dilakukannya terhadap daerah-daerah yang sudah ditaklukkan oleh pasukan Arab. Dia memutuskan, orang Arab punya hak-hak istimewa dalam segi militer di daerah-daerah taklukan, mereka harus berdiam di kota-kota tertentu yang ditentukan untuk itu, terpisah dari penduduk setempat. Penduduk setempat harus bayar pajak kepada penakluk Muslimin (umumnya Arab), tetapi mereka dibiarkan hidup dengan aman dan tenteram. Khususnya, mereka tidak dipaksa memeluk Agama Islam. Keberhasilan Umar betul-betul mengesankan. Sesudah Nabi Muhammad, dia merupakan tokoh utama dalam hal futuhat Islam. Tanpa penaklukan-penaklukannya yang secepat kilat, diragukan apakah Islam bisa tersebar luas sebagaimana dapat disaksikan sekarang ini. Lebih-lebih, kebanyakan daerah yang ditaklukkan dibawah pemerintahannya tetap menjadi Arab hingga kini, Inil Semua atas pertolongan Allah Swt Melalui Mujahid-Mujahid da’wahNya: Nabi Muhammad Saw sang Pembawa Risalah; Seorang hamba Utusan Allah, Sebagai penggerak utamanya, Kemudian disusul oleh Khalifah Abu Bakar. Dengan tidak mengecilkan peran Khalifah Umar dan seluruh kaum Muslimin yang mengorbankan harta dan jiwa mereka. Selanjutnya penaklukan-penaklukan yang dilakukan Umar bukanlah akibat otomatis dari Inspirasi yang diberikan Nabi Muhammad. Perluasan mungkin saja bisa terjadi, tetapi tidaklah akan sampai sebesar itu kalau saja tanpa kepemimpinan Umar yang brilian. Memang akan merupakan kejutan buat orang Barat yang tidak begitu mengenal Umar– membaca penempatan orang ini lebih tinggi dari pada orang-orang kenamaan sekaliber Charlemagne atau Julius Caesar dalam urutan daftar buku ini. Soalnya, penaklukan oleh bangsa Arab di bawah pimpinan Umar lebih luas daerahnya dan lebih tahan lama dan lebih bermakna ketimbang apa yang diperbuat oleh Charlemagne maupun Julius Caesar.[14]
Penaklukan Iraq dan persia
Bangsa arab memandang persia lebih sulit ditaklukan dari pada bizantium, dengan demikian, persiapan mereka pun untuk memerangi lebih matang. Abu Bakar telah menginstruksikan tentaranya agar berangkat menuju perbatasan Iraq di bawah komando Khalid bin Al-Walid bersama Al-Mutsanna bin Haritsah. Kabilah-kabilah arab yang berdomisili di selatan sungai Eupharat dapat ditaklukkan, kemudian kaum Muslimin juga memperoleh kemenangan atas persia. Dalam rangkaian perang ini kaum muslimin pun berhasil menguasai Hirah dan Anbar. Tetapi tidak lama kemudian bangsa arab terpukul mundur di hadapan tentara persia yang berjumlah banyak dengan Rustam sebagai komandannya. yang telah dipersiapkan oleh Yazdajir III, Kisra Persia terakhir dari keluarga Sasanid. Bangsa arab terpaksa mundur ke perbatasa padang pasir yang berlangsung sampai akhir masa pemerintahan Abu Bakar, dimana Khalid bin Walid mengalihkan pasukannya untuk membantu kaum Muslimain dalam berperang menghadapi Romawi, Syam, dan Palestina[15].
Ketika Umar bin Khathab menjabat khalifah dan kerusuhan di Persia pun bertambah sengit, Al Mutsanna bin Haritsah mengirim surat kepada Umar mengabarkan keadaan di Persia dan ia pun tidak ketinggalan mengabarkan perihal naik tahtanya Yazdajir yang usianya masih muda itu, serta meminta restu untuk memanfaatkan kesempatan ini. Ketika itu Umar merasa aman dari ancaman Romawi sesudah mereka dapat dikalahkan di Ajnadin pada tahun 15 H. maka ia mengarahkan perhatiannya untuk memerangi Iraq. Dia menyeru kaum Muslimin agar bangkit untuk memerangi iraq dan menaklukannya. Ketika itu ia bermaksud hendak langsung memimpin tentara kaum Muslimin oleh dirinya, tetapi sebagian diantara para shahabat menasehati agar cukup dengan mengangkat salah seorang tokoh terkemuka dari para shahabat saja dan baginya cukup berada di belakang sebagai pemasok bantuan. Saran ini diterima, kemudia ia naik mimbar dan berkata: “Wahai kaum Muslimin! Sesunguhnya aku pada mulanya bertekat hendak berangkat bersama kalian. Tetapi para bijak bestari dari kalian telah mengalihkan diriku dari padanya dan mereka menasehati agar aku tetap ditempat dan cukup dengan mengutus seorang dari para shahabat untuk memimpin perang ini[16].
Pilihan Umar jatuh kepada Sa’at bin Abi Waqos, Pilihan Umar tersebut menurut Dr. Hasan Ibrahim sangat tepat. Setelah Umar menyampaikan ucapan selamat berjuang. Sa’ad bergerak membawa tentara dari Hijaz menuju Koufah dengan cara berpindah-pindah route sambil mencari informasi dan berkirim surat pada Umar meminta petunjuk serta bantuan balatentara. Kemudian ketika hendak menuju al-Qodisiyah [17] ia bertemu dengan Rustam dan tiga puluh ribu pasukannya, semantara itu pasukan arab hanya berjumlah sekitar tujuh ribu sampai delapan ribu tentara sehingga kata Dr.  Hasan dengan jumlah yang tidak seberapa itu ditertawakan oleh tentara Persia dan menyamakannya dengan alat pintal[18].
Setelah terjadi perdebatan, dengan demikian, bagi Rustam tidak ada jalan lain kecuali terjun ke medan laga untuk berperang dengan bangsa arab, sehingga pada hari terahir dari beberapa hari mereka berperang, Rustam bersama sejumlah besar tentaranya mati terbunum. Sedangkan sebagian melarikan diri sehingga harta kekayaan mereka menjadi ghanimah bagi kaum Muslimin kemudian Sa’ad mengejar mereka sampai di Jalaula’ dan mereka dapat ditangkap dalam pengejaran ini salah satu puteri Kisra’ telah tertawan dan sejumlah besar tentara Kisra’ dibunuh. Dampak dari penaklukan Jalaula’ ini adalah masuk islamnya para tuan tanah, para petani, penduduk yang berdomisili di antara sungai tigris dan Eupharat, penduduk Babil, penduduk si sekitar sungai al Mulk, penduduk kaui. Kemudian Umar mengakui segala milik mereka dan merka pun di bebaskan juga dari membayar upeti.
Atas perinta Umar, Sa’ad tinggal di Kufah dan disana ia membangun Masjid Jami’ dan kemudia kaum Muslimin membangun rumah-rumah yang menjadikannya ibu kota wilayah. Sa’ad melanglang Buana di negeri Iraq dan berhasil menguasai kota Madain, Ibu kota Persia, sesudah dikepung dua bulan lamanya, semantara itu, Yazdajir melariakn diri dengan membawa harta kekayaan dan benda-benda lain yang bisa di bawa.
Sesudah empat tahun Yazdajir menghimpun tentaranya kembali untuk menghadapi pasukan arab. Sa’ad mengirim tiga ribu tentara ke Halwan di bawah komando Jarir bin Abdullah Al-Bajali dan berhasil menaklukan pasukan Al-Balajdari dengan cara damai[19]. Kemudian untuk selanjutnya mereka berhasil menaklukan Nahawan, Al-Ahwaz, Qum, Qosyan dan beberapa tempat lainnya. Dan selanjutnya memerangi Adzar Baijan dan berhasil menaklukan[20].



Penaklukan Damsyiq dan pembersihan Yordania
Barangkali kita masih ingat bahwa Abu Bakar bermaksud membebaskan Syam kemudian ia mengerahkan empat brigadir kesana yang pertama dipimpin oleh Abu Ubaidah yang kedua Ikrimah bin Abi Jahal yang ketiga yazid bin Abi Sofyan dan yang keempat Amr bin al-Ash. Setiap brigade menyerang satu daerah di Syam. Sehinggajika empat brigade ini berkumpul, maka akan di pimpin Abu Ubaidah. Tetapi ketika empat brigade berperang dengan pasukan Heraklius mereka terpukul mundur ketepi sungai Yarmuk. Sebab itulah abu baker khalid bin Walid sebagai panglima untuk melawan pasukan Romawi yang di pimpin oleh Heraklius yang pada akhirnya pasukan romawi dapat di hancurkan dan segala impiannya ingin bertahan terus di syam berakhir sudah[21].
Untuk selanjutnya umar berinisiatif untuk mengangkat abu ubaidah sebagai panglima untuk menggantikan khalid bin Walid kemudian melanujutkan pembebasan ke wilayahan Damsyiq dan Yordania.[22]
Penaklukan Syam dan Palestina
Para penguasa Romawi pada masa-masa akhir pemerintahannya memperlakukan Negeri jajahan dengan dzhalim. Mereka telah menimpakan beragam siksa kepada penduduk negeri jajahan. Keadaan pun lalu berubah sedemikian rupa dan orang-orang Romawi tidak dapat berbuat banyak untuk menghadapi keadaan yang terpuruk ini. Kondisi mereka tampak melemah, sehingga dari sebuah negara kuat yang mampu mengusir serangan bangsa Arab dari wilayah negeri mereka kini berubah hampir runtuh. Menghadapi situasi dan kondisi seperti ini, jiwa mereka diliputi perasaan lemah dan akhirnya keputus-asaan menjalar di seluru tubuh mereka. Keadaan ini disisi lain telah menumbuhkan optimisme umat islam dan telah membangkitkan keberanian, keimanan, serta perasaan tidak takut mati untuk berjuang  menaklukkan syam, palestina, dan daerah-daerah yang lain.

Masa-masa Akhir Umar bin Khathtab
Pada sebuah subuh Umar keluar dari rumahnya hendak mengimami shalat Shubuh. Ia meminta beberapa orang untuk mengatur shaf. Setelah itu bertakbir untuk memulai shalat, ketika itu Abu Lu’lu’ah Fairuz tiba-tiba  muncul menyelinap dan menikam Umar beberapa kali dengan sebilah kanjar bermata dua, yang memang suda bersembunyi di salah satu dalam sudut masjid Nabawi. Umar terhempas roboh. Ia sempat meminta Abdurrahman bin ‘Auf menggantikan sebagai imam meneruskan shalat, hingga selesai.
Fairuz sendiri ketika  Jama’ah banyak hendak menangkapnya ia bunuh diri setelah menikam orang di kanan kirinya dan menelan beberapa Korban. Beberapa hari sebelum peristiwa itu, Abu Lu’lu’ah tengah menemui amirul mu’minin yang sedang mengadakan ekspansi di pasar yang mengadukan nasibnya karena tindakan majikannya, yaitu Mughira bin Su’bah. Umar menanggapi seperlunya sesuai dengan masalah yang diajukan kepadanya . tetapi tampaknya ia kurang puas dan memang sudah menaruh dendam kepada Umar.
Dari pemeriksaan kedua dokter diketahui bahwa tipis nyawa Umar dapat tertolong,  dalam keadaan demikian kaum Muslimin merasa kuatir dan mengusulkan agar Umar menunjuk calon pengganti. Tetapi ia ragu, sebab bila ia menunjuk seorang pengganti orang yang lebih baik dari ia sudah menunjuk sebagai pengganti, dan jika dibiarkan orang yang lebih baik dari dia juga membiarkan yang dia maksud adalah Rasulullah tidak menunjuk pengganti, dan Abu bakar menunjuk pengganti, yakni Umar sendiri. Ia kuatir akan terjadi kekacauan jika Negara dibiarkan seperti itu. Keadaan masa Nabi dan Abu Bakar sudah  berbeda. Yang Ia kauatirkan, sebab setiap kabilah mengaku dirinya seperti kaum muhajirin dan Anshar, berhak memilih khalifah dan dipilih khalifah. Mereka akan mencalonkan seorang pemimpin dari mereka, jika Umar tidak memberikan pendapat pengakuan seperti itu akan sangat membahayakan kedaulatan yang baru tumbuh itu. Karenanya ia membentuk sebuah majelis, yang kemudian dikenal sebagai majelis syura yang terdiri dari enam anggota dengan tugas memilih khalifah diantara  mereka dan Umar tidak menentukan calon khalifah[23]. Tidak berselang lama dari itu karena lukanya cukup berat, Umar meninggal keesokan harinya, meninggal sebagai syahid dan sejarah mengakui ia telah meninggal dalam Smasa keemasan pemerintahannya [24].

Penutup
Dengan masuknya Umar ke dalam Islam, kekuatan kaum Muslimin makin bertambah tangguh. Ia kemudian menjadi penasehat utama Abu Bakar selama masa pemerintahan dua setengah tahun. Ketika Abu Bakar mangkat, ia dipilih menjadi khalifah Islam yang kedua, jabatan yang diembannya dengan sangat hebat selama sepuluh setengah tahun. Ia meninggal pada tahun 644 M, dibunuh selagi menjadi imam di masjid Nabi. Pembunuhnya bernama Feroz alias (Fairuz) Abu Lu’lu, seorang Majusi yang tidak puas dan menaruh dendam terhadap beliou.
Islam telah mengubah suku-suku bangsa Arab yang suka berperang menjadi bangsa yang bersatu, dan merupakan suatu revolusi terbesar dalam sejarah manusia. Dalam masa tidak sampai 30 tahun, orang-orang Arab yang suka berkelana telah menjadi tuan sebuah kerajaan terbesar di waktu itu. Prajurit-prajuritnya melanda tiga benua terkenal di dunia, dan dua kerajaan besar Caesar (Romawi) dan Chesroes (Parsi) bertekuk lutut di hadapan pasukan Islam yang perkasa. Nabi telah meninggalkan sekelompok orang yang tidak mementingkan diri, yang telah mengabdikan dirinya kepada satu tujuan, yakni berbakti kepada agama yang baru itu. Salah seorang di antaranya adalah Umar al-Faruq, seorang tokoh besar, di masa perang maupun di waktu damai. Tidak banyak tokoh dalam sejarah manusia yang telah menunjukkan kepintaran dan kebaikan hati yang melebihi Umar, baik sebagai pemimpin tentara di medan perang, maupun dalam mengemban tugas-tugas terhadap rakyat serta dalam hak ketaatan kepada keadilan. Kehebatannya terlihat juga dalam mengkonsolidasikan negeri-negeri yang telah di taklukkan.
Islam sempat dituduh menyebarluaskan dirinya melalui ujung pedang. Tapi riset sejarah modern yang dilakukan kemudian membuktikan bahwa perang yang dilakukan orang Muslim selama kekhalifahan Khulafaurrosyidin adalah untuk mempertahankan diri.
Sejarawan Inggris, Sir William Muir, melalui bukunya yang termasyur, Rise, Decline and Fall of the Caliphate, mencatat bahwa setelah penaklukan Mesopotamia, seorang jenderal Arab bernama Zaid memohon izin Khalifah Umar untuk mengejar tentara Parsi yang melarikan diri ke Khurasan. Keinginan jenderalnya itu ditolak Umar dengan berkata, “Saya ingin agar antara Mesopotamia dan negara-negara di sekitar pegunungan-pegunungan menjadi semacam batas penyekat, sehingga orang-orang Parsi tidak akan mungkin menyerang kita. Demikian pula kita, kita tidak bisa menyerang mereka[25]. Dataran Irak sudah memenuhi keinginan kita. Saya lebih menyukai keselamatan bangsaku dari pada ribuan barang rampasan dan melebarkan wilayah penaklukkan. Muir mengomentarinya demikian: “Pemikiran melakukan misi yang meliputi seluruh dunia masih merupakan suatu embrio, kewajiban untuk memaksakan agama Islam melalui peperangan belum lagi timbul dalam pikiran orang Muslimin.”
Khalifah Umar sangat memperhatikan rakyatnya, sehingga pada suatu ketika secara diam-diam ia turun berkeliling di malam hari untuk menyaksikan langsung keadaan rakyatnya. Pada suatu malam, ketika sedang berkeliling di luar kota Madinah, di sebuah rumah dilihatnya seorang wanita sedang memasak sesuatu, sedang dua anak perempuan duduk di sampingnya berteriak-teriak minta makan. Perempuan itu, ketika menjawab Khalifah, menjelaskan bahwa anak-anaknya lapar, sedangkan di ceret yang ia jerang tidak ada apa-apa selain air dan beberapa buah batu. Itulah caranya ia menenangkan anak-anaknya agar mereka percaya bahwa makanan sedang disiapkan. Tanpa menunjukan identitasnya, Khalifah bergegas kembali ke Madinah yang berjarak tiga mil. Ia kembali dengan memikul sekarung terigu, memasakkannya sendiri, dan baru merasa puas setelah melihat anak-anak yang malang itu sudah merasa kenyang. Keesokan harinya, ia berkunjung kembali, dan sambil meminta maaf kepada wanita itu ia meninggalkan sejumlah uang sebagai sedekah kepadanya.
Khalifah yang agung itu hidup dengan cara yang sangat sederhana. Tingkat kehidupannya tidak lebih tinggi dari kehidupan orang biasa. Suatu ketika Gubernur Kufah mengunjunginya sewaktu ia sedang makan. Sang gubernur menyaksikan makanannya terdiri dari roti gersh dan minyak zaitun, dan berkata, “Amirul mukminin, terdapat cukup di kerajaan Anda; mengapa Anda tidak makan roti dari gandum?” Dengan agak tersinggung dan nada murung, Khalifah bertanya, “Apakah Anda pikir setiap orang di kerajaanku yang begitu luas bisa mendapatkan gandum?” “Tidak,” Jawab gubernur. “Lalu, bagaimana aku dapat makan roti dari gandum? Kecuali bila itu bisa dengan mudah didapat oleh seluruh rakyatku.” Tambah Umar.
Dalam kesempatan lain Umar berpidato di hadapan suatu pertemuan. Katanya, “Saudara-saudara, apabila aku menyeleweng, apa yang akan kalian lakukan?” Seorang laki-laki bangkit dan berkata, “Anda akan kami pancung.” Umar berkata lagi untuk mengujinya, “Beranikah anda mengeluarkan kata-kata yang tidak sopan seperti itu kepadaku?” “Ya, berani!” jawab laki-laki tadi. Umar sangat gembira dengan keberanian orang itu dan berkata, “Alhamdulillah, masih ada orang yang seberani itu di negeri kita ini, sehingga bila aku menyeleweng mereka akan memperbaikiku.”
Seorang filosof dan penyair Muslim tenar dari India menulis nukilan seperti berikut untuk dia:Jis se jigar-i-lala me thandak ho who shabnam Daryaan ke dil jis se dabel jaen who toofan
Seperti embun yang mendinginkan hati bunga lily, dan bagaikan topan yang menggelagakkan dalamnya sungai.
Sejarawan Kristen Mesir, Jurji Zaidan terhadap prestasi Umar berkomentar: “Pada zamannya, berbagai negara ia taklukkan, barang rampasan kian menumpuk, harta kekayaan raja-raja Parsi dan Romawi mengalir dengan derasnya di hadapan tentaranya, namun dia sendiri menunjukkan kemampuan menahan nafsu serakah, sehingga kesederhanaannya tidak pernah ada yang mampu menandingi. Dia berpidato di hadapan rakyatnya dengan pakaian bertambalkan kulit hewan. Dia mempraktekkan satunya kata dengan perbuatan. Dia mengawasi para gubernur dan jenderalnya dengan cermat dan dengan cermat pula menyelidiki perbuatan mereka. Bahkan Khalid bin Walid yang perkasa pun tidak terkecuali. Dia berlaku adil kepada semua orang, dan bahkan juga bagi orang non-Muslim. Selama masa pemerintahannya, disiplin baja diterapkan secara utuh.”
Hendaknya para pemimpin negeri ini bisa mencontoh Umar bin Khattab dalam memimpin negeri ini. Mengedepankan kepentingan masyarakat luas daripada kepentingannya sendiri maupun golongannya. Menjadi pimpinan yang benar-benar bertanggungjawab terhadap yang dipimpinnya. Semoga!

·         Renungan !

"Andai kata penduduk satu negeri itu benar-benar beriman dan bertakwa, maka kami akan bukakan kepada mereka keberkahan kami yang datang dari langit maupun yang tumbuh dari bumi. Akan tetapi jika mereka mendustakan ayat kami, maka kami akan azab mereka akibat perbuatan mereka sendiri " (Surah al-A'raf, ayat 96)

Referensi:
  • DR. Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam,Jil. 1. Cet. 1. Jakarta: Kalam Mulia, 2001
    • Ali Audah, Ali bin Abi Thalib Sampai kepada hasan dan husain, (Jakarta: Pt. Pustaka Letera AntarNusa, 2007, Cet. 1.
    • M. Husein Haikal, Umar bin Khatab Sebuah telaah mendalam tentang pertumbuhan Islam kedaulatannya di masa itu. (Terj: Ali Audah, Jakarta: PT. Pustaka litera antarnusa, 2001), cet. 2, hal 202
  • Prof. Dr. Hanka, Sejarah umat islam, (Jakarta: Pustaka Nasional Pte Ltd ingapura, 1997, Jilid.2 ) cet.2)
  • Abdul Aziz Sayyid Ahal, Umar bin Abdul Aziz Negarawan yang Shaleh, (Terj: Abdil Rosyid Siddiq. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002) Cet.1
  • Ensiklopedi Islam, Jakarta: Pt. Ichtiar baru Van Hueve, Jil.5, 2000, cet.2
  • Jeje Zainudin Abu Himam, Akar konflik Umat Islam, Sebuah pelajaran dari konflik politik pada zaman Shabat, banduna: Kaki langit, 2008, cet,1
  • Syaikh safiyyun Rahman Al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah.Pustaka Al-Kautsar.

[2] Ayahnya yang bernama Hudhair adalah indo Persia Aus sebagai pemimpin suku Aus dalam perang Bu’ats. Asid adalah salah seorang dari kelompok pertama yang masuk islam. Dia adalah salah seorang peserta yang mengadakan Bai’at Aqobah.
[3] DR. Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jil. 1. Cet. 1, Hal.403. Jakarta: Kalam Mulia, 2001.
[5] Ibid.
[6] Ibid.
[8] Ali Audah, Ali bin Abi Thalib Sampai kepada hasan dan husain, (Jakarta: Pt. Pustaka Letera AntarNusa, 2007, Cet. 1. Hal: 158
[9]. Ibid, hal. 160
[10] M. Husein Haikal, Umar bin Khatab Sebuah telaah mendalam tentang pertumbuhan Islam kedaulatannya di masa itu. (Terj: Ali Audah, Jakarta: PT. Pustaka litera antarnusa, 2001), cet. 2, hal i59
[11] Ibid
[12] Ibid, hal i62
[13] Ensiklopedi Islam, Jakarta: Pt. Ichtiar baru Van Hueve, Jil.5, 2000, cet.2, hal.124
[14]Artikel ini kami kutip , kemudian kami luruskan atas pandangan penulis yang mengenyampingkan peran Allah dalam beberapa penaklukan yang telah dilakukan oleh Khalifah Umar. http://khalidwahyudin.wordpress.com/2007/09/20/umar-bin-khattab/
[15] DR. Hasan Ibrahim Hasan, Op Cit, Hal: 418.
[16] Ibid Hal: 419.
[17] Qodisiyah adalah pintu gerbang memasuki Iraq, Ini terjadi pada tahun 15 H atau 636 M,
[18] DR. Hasan menjelaskan sebagaimana yang terdapat dalam Al-Fakhru, Sebelum peperangan hebat antara pihak Sa’ad dan pihak Rustam. Kemudian Rustam berkata pada Al Mughirah sebagi utusan dari pihak Sa’ad: “Aku sungguh telah mengetahui bahwa yang mendorong kalian berperang tidak lain adalah kemiskinan dan susah mendapatkan jalan kehidupan. Kami akan memberi apa yang kalian harapkan dan kami akan juga memenuhi sebagian yang kalian inginkan.
Al-Mughirah menjawab: “Sesungguhnya Allah telah mengutus Nabinya kepada kami, sehingga kami berbahagia menjadi pengikutnya, beliau menyuruh berjihad memerangi orang-orang yang menentang kami (sampai mereka membayar upeti dengan patuh sedang mereka dengan keadaan terhina). Pada kesempatan ini kami menyeru kamu untuk menyembah dan mengabdi kepada Allah. Kami harap kamu memenuhi seruan ini dan di antara kita bersaudara, maka jika kamu menolak pedang menjadi hakin di antara kita”.
Rustam menjawab demi matahari dan bulan sungguh tidak sampai saat dhuha sehingga kami membunuh kalian semua “Al-Mughirah berkata tidak ada daya dan upaya melainkan pertolongan Allah, lalu ia beranjak”. Sehingga dengan jawaban Al-Mughirah ini Rustam berdecak kagum.
[19] Tetapi Yazdajir tiga melarikan diri kemudian ia terbunauh di Khurasan pada masa khalifah Usman pada tahun 31 H.
[20] DR. Hasan Ibrahim Hasan. Op Cit Hal: 426.
[21] Jeje Zainudin Abu Himam, Akar konflik Umat Islam, Sebuah pelajaran dari konflik politik pada zaman Shabat, banduna: Kaki langit, 2008, cet,1, hal.62
[22] M. Husein Haikal, Umar bin Khatab Sebuah telaah mendalam tentang pertumbuhan Islam kedaulatannya di masa itu. (Terj: Ali Audah, Jakarta: PT. Pustaka litera antarnusa, 2001), cet. 2, hal 202
[23] Keenam para shahabat itu: Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Zubair, Tolhah bin Ubaydillah, Abdurrahman bin ‘Auf, dan Sa’add bin Abi Waqas.
[24] Ali Audah. Op Cit. Hal: 162.
Beliau (Umar) wafat dimadinah dalam usia 61th pada zdulhijah 23, sumberlain menyebutkan rabu 27 Rajab 23 setelah Hijriah atau 3 November 644M.

0 comments:

Post a Comment

Silahkan Tinggalkan komentar kamu

Kirim Update Info Terbaru Untuk
Sobat InfoAgus Langsung ke Email Sobat !